Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Berebut Kepercayaan Pemuda dalam Pemilu

 


Salah satu kajian atau pembahasan yang menarik saat jelang tahun pesta demokrasi adalah peranan civil society serta paradigmanya dari state centered menjadi society centered,dan itu sudah tentu di dalamnya ada beberapa golongan dari yang berkepentingan sampai idealis dengan harapan selalu ada perubahan dari hasil pemilu ke pemilu,salah satu target penting dalam setiap pemilihan umum adalah keberadaan generasi muda sebagai swing voter,jika boleh dikatakan suaranya masih mengambang bahkan masih belum loyal kepada salah satu kandidat baik secara personal maupun kepartaian namun suaranya masih diperebutkan.








Maka menjadi obyek yang seksi dalam pemilihan setiap lima tahun sekali,seperti kita ketahui pemuda adalah aset bangsa yang teramat mahal dan tak ternilai harganya dengan apapun. Bukankah kemajuan dan kemunduran suatu bangsa tergantung pada kaum mudanya? Sebagai agen of change. Dan ini merupakan sebuah signal serta perlu ditegaskan pemuda mempunyai cara berpikir yang kritis juga telah banyak menorehkan sejarah atau andil besar dalam membawa perubahan bagi bangsa dan negaranya.

Lalu bagaimana dengan posisi pemuda dalam pemilu nantinya di tahun 2024?juga apakah mampu mencari kepercayaan pemuda nantinya dalam pemilu?perlu kiranya membuka kembali secara UU RI No.40 tahun 2009 tentang kepemudaan yang berbunyi pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral,control sosial,dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. Karena peran pemuda jadi salah satu kunci lahirnya Negara Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan di atas kemajemukan bangsa Indonesia.






Selain itu meningkatnya angka golput dari setiap pemilihan umum disebabkan oleh berbagai faktor,salah satunya adalah kualitas pendidikan atau pemahaman politik di kalangan pemilih pemula. Sejarah pernah mencatat dalam perjalanan rezim Orde Baru selama 32 tahun menempatan politik sebagai sesuatu yang tabu untuk bisa dibicarakan,dan itu menjadi penyebab lonjakan yang tinggi dalam pemahaman masyarakat mengenai politik masih di nilai rendah,dan itu sudah termasuk pemahaman mengenai pergantian pemimpin secara konstitusional dan legitimate.

Maka membahas pemuda dalam pemilu sangat berkaitan dengan pendidikan politik,ada beberapa materi yang terus di upayakan para pihak penyelenggara pemilu baik dari negara maupun kepartaian yang secara umum dibagi menjadi beberapa kategori materi diantaranya kesadaran beridiologi,berbangsa,dan bernegara dalam kemasan bahasa untuk memperkokoh rasa nasionalisme hingga membentuk nation character building. Meskipun entah benar-benar untuk tujuan yang murni atau berkepentingan demi terselenggaranya pemilu?.

Terlebih dalam pendidikan politik yang berkaitan dengan pemilu juga ada materi mengenai bagaimana sistem pemilu beserta peraturan-peraturan yang ada dalam rezim pemilu untuk diberikan sebagai wawasan kepada generasi muda agar dapat memahami seluk beluk pemilu,kemudian materi mengenai urgensi pemilu dalam suatu negara sampai suksesi kepemimpinan,disambung dengan materi sistem pemilu yang demokratis serta mampu menjamin rasa kepastian hukum dan berkeadilan,dan itu diharapkan tidak hanya bagi pihak penyelenggara namun juga para pemilih yang terus berupaya menjalankan hak demokrasinya. Dalam bagian ini sudah tentu akan diberikan pemahaman tentang hakekat serta arti penting pemilu itu sendiri.

Membahas pendidikan politik untuk pemilu juga berkaitan dengan materi-materi seperti etika politik,partisipasi politik,sampai kepada sistem pemerintahan dan peran generasi muda dalam sistem politik yang bagi beberapa golongan sangat diperlukan untuk generasi muda agar cerdas dalam berpolitik serta tanggap terhadap isu-isu politik nantinya.






Apa yang menjadi parameter tegaknya demokarsi? 1) Pemilihan umum, 2) Susunan kekuasaan negara,dan 3) Kontrol Rakyat,maka dari hal-hal tersebut akan menjadi perebutan kepercayaan kepada golongan muda (pemilih pemula) secara sistematis dan sudah perlu juga membuka UU No.10 tahun 2008 dalam Bab IV pasal 19 ayat 1 dan 2 serta pasal 20 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemilih pemula adalah warga Indonesia yang pada hari pemilihan atau pemungutan suara adalah Warga Negara Indonesia yang genap berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin yang mempunyai hak pilih,dan sebelumnya belum termasuk pemilih karena ketentuan Undang-Undang Pemilu.

Jika melihat secara angka usia pemilih pemula yaitu mereka yang berusia 17-22 tahun dan secara status pelajar,mahasiswa,atau pekerja muda dan itu sangat berkaitan dengan orientasi Politik Pemilih pemula,sebagai bagian dari komponen bangsa pemuda memang tidak dapat melepaskan diri dan menghindari politik karena secara hakekat manusia termasuk pemuda adalah zoon politicon atau mahluk politik. Maka nantinya ketika telah tiba waktunya terhitung mungkin dari sekarang tahun 2023 beragam model serta bentuk dari para pengurus partai,organisasi sayap partai,loyalis atau relawan akan berebut pengaruh hingga kepercayaan kepada pemuda agar bisa meraup suara dari para pemilih pemula (pemuda).







Tidak hanya dari kalangan partai serta pendukungnya akan bergerak dari cara-cara sitematis,sampai dengan metode yang di kemas dalam rupa wajah penuh senyum nan santun hingga agamis. Indonesia pasca pandemi sudah tentu mengalami perubahan demografi yang memang bisa dikatakan suara pemuda akan menentukan arah akan jadi apa bangsa dan negara Indonesia,meskipun entah sampai kapan hilang para pemilih yang masih meletakan di alam pikiran dan hatinya transaksional secara arti tidak peduli siapa yang terpilih dan menang asal ada amunisi,asupan,dalam bentuk janji hingga material barang bahkan kontrak politik demi kelangsungan hidup.

Tidak sedikit dari cara-cara parpol melakukan pendekatan kepada pemuda dengan pendekatan semisal tampil secara busana bisa masuk ke segmentasi kalangan muda agar diterima dengan terbuka di beberapa tempat yang biasanya sudah terverifikasi mempunyai hak pilih nantinya,ada pula dengan pendekatan merangkul komunitas yang paling banyak digandrungi oleh pemuda dari musik,olahraga,hingga yang bergorganisasi dengan pola-pola senior junior atau dapat dikatakan timbal balik alias balas budi.

Ada pula parpol menggunakan metode kepada kalangan muda membuat forum diskusi atau kajian yang memang mempunyai kencendrungan membahas isu-isu lokal serta dirasa bisa membawa keterwakilan aspirasi dari hasil diskusi kemudian menjadi jalinan politik sementara atau berkala bahkan dapat melahirkan lembaga survei sebagai anak kandung parpol tertentu,meskipun tidak banyak pula parpol yang menyanggupi kebutuhan untuk segmentasi kalangan muda seperti ini.

Berebut pengaruh atau kepercayaan tak mudah jika tidak memahami keinginan serta kebutuhan kalangan muda yang memang dapat di lihat pada era digital pengguna sosial media di kalangan muda sangat beragam dan sudah tentu membutuhkan modal yang besar serta talenta tenaga muda agar bisa memuluskan suksesi parpol dalam pemilu,semisal contoh merekrut pemuda yang mempunyai keahlian membuat konten di beberapa aplikasi sosial media hingga hadir di acara-acara para tokoh muda yang banyak pengikut (followers,subscribe,viewers) karena biar bagaimanapun peranan media online masih bisa dikatakan masuk ke daftar untuk bisa meraup pengaruh hingga kepercayaan.





Entah bagaimana kesimpulan yang nantinya akan muncul dari benak hati serta pikiran para pemuda dari pemilu ke pemilu mengenai pembahasan berebut pengaruh dan kepercayaan,dari berbagai sudut pandang,kajian,survei,jika tidak memilih akan jadi apa?jika memilih pengaruhnya kepada kehidupan juga berdampak apa?karena hidup di negara yang masih berpegang teguh demokrasi pasca reformasi dalam bentuk dapat memilih langsung sangat membutuhkan antara modal dan kepercayaan kepada kalangan muda bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dalam artikata tak semudah membaca baliho,poster,bilboard di jalanan atau pohon yang dipaku oleh alat-alat peraga kampanye para parpol.






Posting Komentar untuk "Berebut Kepercayaan Pemuda dalam Pemilu"