Kekuatan Uang Sebagai Modal Politik
Gatal rasanya tangan ini untuk menuliskan tema-tema yang berkaitan antara uang dan kekuasaan, karena pasca reformasi 1998 seakan elektabilitas,akuntabilitas,kapabilitas dan yang paling penting adalah isi tas (modal untuk berkuasa). Hampir semua elit politik di indonesia teramat fasih berbicara isu-isu dasar demokrasi. Sehingga seakan tampak beberapa dasar akan mengundang khalayak ramai untuk diperdebatkan sampai pada bagaimana untuk menata ulangnya? Meskipun jika mau jujur dibalik itu semua akan bertemu dalam satu meja untuk bisa memperebutkan sumberdaya publik (anggaran) dengan bentuk-bentuk apapun.
Memang kita pun harus senantiasa
mempertanyakan perkembengan kualitas demokrasi yang telah berjalan selama 25tahun,yang
paling tidak ada beberapa tahapan dengan ditandai orientasi elit politik dalam
suatu negara. Tahap pertama adalah negara-negara yang memiliki kualitas
demokrasi buruk. Kita bisa mencari tau dengan relasi para elit politik serta
pertarunganya di antara mereka demi dan untuk memperebutkan sumbedaya publik
(anggaran). Naif nan ironi meskipun ada pelajaran tak tenilai akan perihal ini
karena di negara-negara yang termasuk dalam golongan seperti itu sudah tentu
dalam pelayanan publik buruk sehingga akan tergorogoti oleh korupsi.
Secara umunya demokrasi tak
langsung juga tidak mampu memperbaiki keadaan sehingga jika bicara
akuntabilitas yang menyangkut badan-badan publik,partai politik,hampir nyaris
diharapkan menjadi lebih baik.
Di tahap kedua seperti golongan
kelompok negara transisi yang dimana jaringan elit politik sudah mengalami
perubahan bukan lagi pergeseran dari mengambil secara langsung manfaat terhadap
sumber daya publik (anggaran negara) yang kita ketahui akan mengacu kepada
konsesi lebih luas,automatis yang dicapai adalah kemenangan demi penguasaan
sumberdaya non publik. Dan itu akan menjadi lazim dialami oleh negara-negara
berkembang yang memang sudah masuk fase kesejahteraan lebih mapan. Di level
atau tahap ini sudah tentu para elit politiknya akan bertarung untuk bisa
memenangkan konsesi sumberdaya non publik yang akan mengarah untuk kepentingan
para pemodal dan sudah tentu itu berada dalam golongan mereka. Automatis ada
risiko terhadap kerusakan lingkungan,meksipun seakan sebuah keniscayaan karena
negara-negara yang telah mencapai taraf ini umumnya,biasanya sudah relatif bisa
mengelola pelayanan publik lebih sehat itu semua dikarenakan anggaranya tidak
terjangkiti sampai tergerogoti habis hasrat dan cari-cari celah untuk korupsi.
Pada tahap ketiga, adalah
kelompok negara dimana relasi elit politik telah mengalami perubahan yang lebih
jauh, yakni perebutan konsesi sumber daya publik maupun non publik untuk
mempertahankan eksistensi negara dalam perebutan kepemimpinan dalam peradaban.
Biasanya negara memiliki dua kekuatan politik besar yang saling mengkoreksi
satu sama lain melalui pergantian kepemimpinan. Pertarungan untuk
memperjuangkan kesejahteraan rakyat adalah pertarungan untuk mempertaruhkan
eksistensi negara dalam kepemimpinan peradaban. Akuntabilitas dalam pengelolaan
sumberdaya publik maupun non publik menjadi begitu penting di negara ini. Dalam
sistem demokrasi, perumusan regulasi mendasar dan pengawasan politik
penyelenggaraan negara secara formal dilakukan oleh anggota legislatif yang
berasal dari partai politik. Dalam konteks ini keberadaan partai politik yang
akuntabel menjadi faktor awal yang menentukan apakah negara tersebut akan mampu
bergerak ke tahap berikutnya yang ditandai dengan kualitas demokrasi yang
semakin membaik.Bagaimanapun, Indonesia kini telah memiliki Undang-undang no.
14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang secara jelas mengatur bahwa
partai politik merupakan salah satu badan publik. Informasi keuangan badan
publik, dalam undang-undang ini juga dinyatakan sebagai informasi publik yang
dapat diakses oleh setiap warga negara. Tidak terkecuali informasi keuangan
partai politik. Akuntabilitas partai politik menentukan kualitas demokrasi.
Buku ini menurut saya adalah salah satu inspirasi kongkrit bagi para praktisi
yang menyadari kondisi di atas dan memiliki keinginan untuk meningkatkan
kualitas demokrasi di negara ini.
Tak ada ideologi namun uang adalah kekuatan untuk
berkuasa
Hal yang tak bisa dipungkiri
adalah dalam realitas politik di level nasional yang kian mutakhir kekuatan
uang semakin menujukan pengaruhnya teramat luar biasa. Dan itu dapat terlihat
dari cara-cara bekerjanya dan fungsi-fungsi parlemen mengenai hubungannya
dengan pemerintah, dari institusi negara hingga sektor swasta. Selain itu ada
hal yang tidak kalah kuatnya dalam hal juga dapat dirasakan dalam dinamika
politik internal partai politik, wabilhususnya dalam segi pemilihan pimpinan
partai politik,dan berimbas terhadap penentuan calon partai dalam pemilu atau
pilkada.
Uang dan partai politik keduanya
jika bertemu dalam satu kubangan yang kotor sudah tentu akan mendapati
kasus-kasus yang berkaitan hampir melibatkan semua partai politik di parlemen,dari
yang mengarah ke korupsi ataupun pelanggaran aturan dalam dana politik,dan itu
semakin memperburuk muka perpolitikan nasional,ditambal lagi keterbukaan media
juga menjadi peranan yang terpenting dalam cara-cara kerja hukum ke wilayah
politik sehingga menjadi andil besar agar bisa membuka tabir political buying. Meskipun
seakan memakai beragam topeng sehingga tak begitu tampak.
Di waktu yang bersamaan sebetulnya
semakin jelas bentuk buruk rupa kelakukan para politisi maka terjadilah
resistensi terhadap itu. Maka sudah tentu akan ada cara untuk menyelamatkan
muka yang sudah buruk dengan begitu akan meneguhkan suatu pandangan bahwasanya
mereka seakan tertuduh sebagai oligarki elite yang membajak lembaga-lembaga
demokrasi dan itulah hasil gerakan reformasi.
Dengan begitu juga terciptalah
sentimen-sentimen negatif dari masyarakat kepada parpol juga lembaga DPR yang
bisa kita lacak dari berbagai survey. Tidak hanya sampai disana legitimasi
partai politik serta parlemen berwujud sebagai instrumen demokrasi modern yang
tadinya untuk menyalurkan aspirasi masyarakat banyak kenyataanya kini sudah
berada di titik nadir. Jadi katakan dengan berani bahwasanya partai beserta
parlemen hanyalah kendaraan untuk para pemburu rantai dalam memperbesar efek
mereka menuju mata air ekonomi dan keungan publik.
Ini juga sangat berkaitan dengan
kesadaran masyarakat mengenai politik yang tersandera dalam dua pilihan sulit,yakni
memperkuat lembaga demokrasi atau melupakannya sama sekali. Kita tentu juga
menyadari angka golput dari pemilu ke pemilu sebetulnya adalah bentuk hukuman
atas para politisi busuk yang memang menjadi cerminana akan keadaan saat ini. Sungguh
sulit melawan kekuatan uang karena seakan konsekuensi dalam alam demokrasi,atau
katakanlah demokrasi uang seperti surga bagi mereka yang berkantong tebal. Sehingga akan lahirlah unequal
opportunity dalam politik. Apakah ini suatu kebetulan? Semakin banyak saudagar atau
pejabat kaya,entah sumbernya halal,haram,hantam.
Maka apakah yang meraih kekuasaan
politik pada masa lalu dapat kita sebut mereka saat ini adalah sebagai donatur
politik? Kenapa kekuatan uang memegang peranan penting? Yang nyata untuk
membiayai parpol dan kampanye memerlukan biaya yang besar. Apalagi postur
partai yang boleh ikut Pemilu tergolong raksasa, harus memiliki 75 persen
pengurus di setiap tingkatan wilayah, dan tidak ada pembatasan belanja
kampanye. Parpol gagal membangun sumber pendanaan internal mereka atau tidak
mencukupi. Jadi masuk akal perlu dana besar untuk menggerakkan birokrasi dan
konstituen partai.. Maka selain donatur eksternal, tekanan terhadap subsidi
negara untuk dana parpol yang memiliki kursi di DPR adalah fenomena baru pasca
Soeharto .
Dan dalam sistem pemilu sekarang
biaya politik untuk pemenangan pemilu lebih ke kas kandidat bukan partai,
sehingga praktis mereka harus memperluas sumber-sumber pendanaannya. Kandidat
anggota legislatif atau kepala daerah yang sebagian melamar partai politik
peserta pemilu harus mengeluarkan ongkos sebanyak dua kali untuk memenangkan “
Pemilu internal” Partai juga kampanye Pemilu di daerah pemilihannya. Meskipun
kini calon independen untuk Pilkada sudah dimungkinkan, tidak dengan sendirinya
biaya politik akan berkurang banyak, karena mereka akan menghadapi pemilih dan
kekuatan politik di parlemen yang terlanjur digerakkan uang. Faktor ideologi
memang bukan lagi daya tarik politik, karena warna ideologi hampir tidak
terlihat dalam dunia perpolitikan nasional.
Atau mungkin pemilih juga tidak
peduli lagi dengan urusan itu. Di mata rakyat kebanyakan belum ada contoh nyata
hubungan politik dengan kesejahteraan umum, maka jangan disalahkan kalau
masyarakat lebih pragmatis menuntut benefit pribadi daripada kebijakan umum.
Kian intimnya hubungan politik dan uang, barangkali akan semakin melanggengkan
praktik patronase politik dalam bisnis yang menjadi akar korupsi di Indonesia.
Memang ini bukan fenomena Indonesia saja. Tapi celakanya di sini transaksinya
adalah antara calo politik dan calo bisnis, yang keduanya secara teori tidak
ada kepentingan untuk membangun infrastruktur politik, sosial dan ekonomi yang
sehat untuk kepentingan pembangunan nasional berkelanjutan. Tetapi sekedar cash
and carry, sehingga rakyat banyak tidak bisa menikmati hubungan politik dan
bisnis di sini Tanpa mengabaikan aspek makro di sekitar masalah dana politik,
buku modul ini barangkali bisa memberi pemahaman memadai bagi siapa saja,
terutama pengurus partai politik yang peduli membangun partai politik yang
legitim di masyarakat. Secara normatif ada keharusan partai politik memiliki
sistem administrasi keuangan yang manageable dan auditabe, untuk memastikan
partai bukan mesin pencuci dana-dana kotor dan rekruitmen politik bukan
tindakan kriminal.
Parpol butuh
dana begitupun politik
Pengeluaran untuk membiayai kegiatan rutin partai politik (party financing) dan Biaya kampanye (pembiayaan kampanye). Kedua jenis konsumsi ini tersebar luas ditentukan oleh sistem pemilu.
Untuk sistem proporsional (berbasis partai), dimana pemilih memilih ikon partai, kecenderungan kegiatan keuangan untuk fokus pada pembiayaan partai.
Itu karena partai-partai yang memainkan peran terbesar atau dijual
kepada pemilih. pesta seperti
Organisasi kemudian bekerja keras untuk memenangkan suara pemilih. Dalam sistem
mayoritas (candidate base) dimana pemilih memilih seorang calon, pendanaan lebih
terfokus pada kampanye masing-masing kandidat calon sendiri atau pihak ketiga yang
ditugaskan untuk melaksanakan kampanye untuk pelamar. Dalam praktiknya, khusus untuk
penggunaan dana politik oleh parpol, dana
Dana kampanye dan partai biasanya terpisah.
Kita ambil contoh Budaya politik di Amerika Utara misalnya yang terlihat
lebih berorientasi pada kandidat cenderung lebih dominan pada aktifitas
kampanye kandidat (candidate-oriented) ketimbang pada organisasi (organization-oriented)
atau orientasi partai (party-oriented). Di negara-negara Eropa Barat, istilah
dana politik seringkali digunakan sebagai kata lain dari pendanaan partai
(party financing), yang digunakan untuk membiayai aktivitas rutin internal dari
partai selama masa pemilu. Di Eropa, kampanye lebih didominasi oleh partai,
sedangkan di Amerika, terutama Amerika Utara, oleh kandidat.
Dalam sistem parlementer, yang ditekankan
adalah pembiayaan partai politik untuk kepentingan partai ia memainkan peran yang sangat besar
dalam menentukan naik turunnya pemerintahan.
Partai-partai yang berkuasa di parlemen
dapat membentuk koalisi untuk pembentukan pemerintahan Jatuh dan pemilihan harus
diadakan. Dalam sistem presidensial dimana presiden Tugas atau "istilah terbatas"
memberi banyak peran calon berusaha mempertahankan kewibawaan pemerintahannya agar
bisa untuk dipilih kembali atau untuk meningkatkan dukungan publik terhadap partai
pro-partisan.
Itulah sebabnya sistem parlementer memberi tekanan pada pendanaan partai politik
(pendanaan partai politik).
Dari pendanaan partai politik
menjadi korupsi
Partai politik merupakan unsur pemersatu
pemerintahan dan masyarakat sipil. Karena itu posisi partai sangat strategis Hapus
korupsi karena dapat berupa koneksi atau sinkronisasi Program antikorupsi dengan
bagian dari pemerintah. Partai politik yang dapat menjadi unsur pemersatu adalah
partai yang memilikinya selain program aksi antikorupsi, juga komitmen reformasi
badan internal yang menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas keuangan Berpesta.
Faktanya, parpol belum menunjukkan komitmennya dalam pelaksanaan program aksi antikorupsi
dan sebagai kontak antar masyarakat.
sipil dan pemerintah. Partai politik yang berkuasa menikmati kekuasaan menggunakan
apa saja untuk menambah sumber pendanaan kepada para pihak dan meningkatkan dana
yang diterima oleh para pihak. Reformasi internal partai sangat penting untuk mendorong
kesuksesan partai untuk bertindak secara tepat dan efektif untuk memberantas korupsi.
Karena,Pemberantasan korupsi harus datang dari partai itu sendiri, jadi kapan Yang
terpilih untuk berkuasa dapat memenuhi keinginan rakyat dalam pemusnahan korupsi
total tanpa beban sejarah.
Korupsi politik di Indonesia dapat digambarkan sebagai lingkaran setan korupsi
politik seperti diagram di bawah ini. Korupsi di Indonesia menjadi sifat kekuasaan,
baik politik maupun birokrasi. Korupsi Karena partai, politik kemudian menjadi permanen
sebagai lingkaran setan Politik sebagai satu-satunya jalan untuk memperoleh kekuasaan
politik menjadikan birokrasi sebagai penghasil kekuatan politik dengan menempatkan
orang-orang yang mampu meratakan kepentingan elit partai politik.
Hal ini dicapai dengan mempengaruhi aktor dan kebijakan birokrasi pemerintah
mengalokasikan alokasi anggaran sesuai dengan kepentingan partai politik dan elit
partai politik. Sulit untuk menjadi birokrasi sebagai kekuatan dalam penyelenggaraan
negara efektif karena terus-menerus diserang. Intervensi kekuatan ini dapat dilihat
usulan proyek pemerintah yang menyasar kepentingan teman politik serta dana anggaran
dari akun ilegal (akun yang tidak dilaporkan) untuk tujuan politik.
Munculnya kasus-kasus korupsi di kalangan elite partai politik sudah seharusnya
tidak akan muncul lagi pada periode pemilu setelah tahun 2009 tentang pembiayaan
partai politik, misalnya dalam UU No dua tahun 2008 tentang partai politik, partai
mana yang akan mandiri Salah satu tujuannya adalah agar partai tersebut independen
dari politisi. Ini sebenarnya membutuhkan partai politik sebagai cara untuk mengontrol
politisi, tetapi tidak Sebaliknya, politisi menggunakannya untuk keuntungan atau
perbaikan pribadi kekayaan.
Catatan tentang kewajiban pendanaan partai
Isu terkait tanggung jawab keuangan partai muncul setelah proses pendaftaran ke
proses pemeriksaan. Di sisi catatan, masalah yang muncul biasanya terkait dengan
perusahaan yang terdaftar. Terkadang partai politik menerima dana dalam bentuk hadiah
yang tidak terdaftar. Hal ini disebabkan belum adanya sistem atau nomenklatur Lengkapi
pendaftaran sesuai dengan sumber pendaftaran partai politik.
Hal ini bisa terjadi karena ruang lingkup penerapan peraturan pendaftaran
bingkisan tidak jauh
partai politik, kurangnya sistem pendukung seperti perangkat lunak pendaftaran yang
baik Keengganan partai untuk mendaftarkan donasi karena permintaan donatur atau
ada kesulitan dalam menelusuri asal usul sumbangan yang masuk.
Posting Komentar untuk "Kekuatan Uang Sebagai Modal Politik"