Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Menjelajahi Potensi Diri Mahasiswa STIT Al Marhalah Melalui Akulturasi Budaya Sunda dan Islam di Kampung Sukamanah, Ciwidey



Wajah Bekasi 17 Februari 2023, Mahasiswa STIT Al Marhalah memiliki peluang besar untuk menggali potensi diri melalui kegiatan akulturasi budaya Sunda dan Islam di Kampung Sukamanah, Sebagai lembaga pendidikan tinggi yang diwajibkan untuk membentuk karakter mahasiswa, STIT Al Marhalah mempunyai peran penting dalam mempersiapkan mahasiswanya untuk menjadi individu yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat.

Salah satu cara yang bisa dilakukan STIT Al Marhalah untuk membentuk karakter mahasiswa adalah dengan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarat dalam bidang Kebudayaan dan Agama. Terlebih dalam jelajah Potensi Akulturasi Budaya Sunda dan Islam di Kampung Sukamanah, Ciwidey.

Kampung ini memiliki keunikan tersendiri, yaitu adanya akulturasi antara budaya Sunda dan Islam yang sangat kental. Oleh karena itu, kegiatan akulturasi budaya Sunda dan Islam ini dapat menjadi sarana yang sangat efektif untuk menggali potensi diri mahasiswa juga  kegiatan ini juga dapat meningkatkan soft skills dan kepekaan sosial mahasiswa.

Sebagai bagian dalam kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat terutama divisi Kebudayaan dan agama kegiatan ini yang di adakan pada 6 sampai 7 Februari 2023, mahasiswa dapat belajar tentang sejarah, seni, dan kearifan lokal masyarakat setempat, serta mengembangkan diri melalui berbagai kegiatan seperti menelusuri teknologi khas masyarakat lokal (local genius) yakni ikut serta dalam mempelajari sampai belajar membuat saung.

Local Genius Di Kampung Sukamanah

seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa saung merupakan bahasa sunda yang berati rumah kecil atau bangunan kecil yang biasa ada di tengah sawah ataupun ladang. Saung merupakan salah satu warisan budaya sunda yang masih nampak di Desa Panyocokan ini, selain itu salah satu kebudayaan lainnya yang masih ada di Desa Panyocokan ini adalah kebiasaan menggerek air dari sumur. Hampir sebagian besar rumah warga memiliki sumur, baik yang ada didalam rumah maupun di luar rumah. Meskipun hanya sebagian kecil masyarakat yang masih mau menggerek air menggunakan katrol, tetapi mereka semua dipastikan memiliki sumur di rumahnya masing- masing. Air yang diperoleh dari hasil mesin penyedot berasal dari sumur yang sudah ada sejak zaman dahulu mereka gali.

Sumur adalah sumber air yang berbentuk lubang yang sengaja dibuat oleh manusia dengan cara menggali atau mengebor tanah Sumur ini biasanya di gunakan untuk kebutuhan sehari-hari, misalnya untuk mandi, mencuci pakaian dan lain sebagainya. Bagi warga yang ekonominya memadai, mereka sudah menggunakan mesin penyedot air untuk mengambil air dari sumur, tetapi beberapa warga juga masih ada yang melestarikan cara menggerek air secara manual.






Botram Sa Atos Sholat Eid

Dalam Kegiatan Jelajah Akulturasi Budaya Sunda dan Islam menemukan istilah bahasa sunda yang bermakna tradisi lokal dengan bentuk ibadah Islam yakni Botram Sa Atos Sholat Eid, Kegiatan botram atau dalam budaya Sunda berarti makan bersama, makanan yang telah disiapkan secara lesehan dan disajikan dengan beralaskan daun pisang yang tidak terputus menjadi simbol perekat persaudaraan dan tidak terputusnya tali silaturahmi antar sesama.


Berdasarkan keterangan Ibu Siti Jamiah yang merupakan salah satu warga desa panyocokan, " Botram Sa Atos Sholat Eid " merupakan makan bersama yang dilakukan oleh warga desa panyocokan setelah mereka selesai melaksanakan solat 2 hari raya. Pada hari raya, seluruh warga desa panyocokan berbondong-bondong memenuhi masjid, bahkan banyak dari mereka yang melaksanakan sholat idul fitri diluar masjid karena tidak mendapatkan tempat di dalam masjid. Meski bergitu warga Desa Panyocokan melaksanakan solat Eid dengan sangat Khusyuk. Setelah selesai menjalankan ibadah solat Eid, mereka melanjutkan dengan bersalam-salaman.


Ada alasan tersendiri mengapa tradisi ini sangat lekat dalam kehidupan masyarakat panyocokan.Dibalik tradisi ngabotram, tercermin makna kerukunan, kesederhanaan dan kebersamaan. Kesederhanaan bisa terlihat dari bagaimana tradisi ini dilakukan. Duduk dan makan di tempat yang sama, lalu berbagi masakan kesukaan dengan semua orang di satu tempat yang sama.

Pendidikan Sosial Lokal dan Perpaduan Islam  " Pangaosan "





Di desa panyocokan terkenal dengan warga warganya yang cenderung religius, hal tersebut dibuktikan dengan adanya pengajian yang dilakukan kurang lebih 2 sampai 3 kali dalam seminggu, dan juga anak anak yang sudah mereka biasakan untuk memakai hijab sejak dini.Untuk jadwal kebiasaan pangaosan atau pengajian rutin, yang ada di desa panyocokan ini yaitu seminggu sekali untuk ibu-ibu yang dilaksanakan setiap hari Jum'at dari setelah sholat zuhur sampai jam 2 siang, untuk pengajian rutin bapak-bapak dilaksanakan pada malam jumat,pengajian anak-anak seminggu 3 kali, waktunya setelah sholat subuh, setelah sholat zuhur dan setelah sholat ashar.

Bisa dilihat jadwal anak-anak untuk mengaji sangat padat dan orang tuanya pun selalu mendukung anaknya untuk selalu mengaji, tidak hanya ilmu Umum saja yang dicari akan tetapi ilmu Agama pun tetap di cari. Anak- anak di desa panyocokan yang setiap harinya berjalan menuju tempat pengajian atau masjid dan rumah guru. Guru di sana kerap menjadi pemandangan yang sangat fenomenal.

Guru-guru mengajarkan anak-anak mengaji secara ikhlas dan tulus yaitu mengajarkan ilmu,   membaca dan menulis   Al-quran serta ilmu keagamaan dengan tekun. Para guru itu menyisihkan waktunya demi menanamkan jiwa keagamaan pada anak- anak desa sedari usia dini. Jika ditelisik dari sisi kemampuan finansial, para guru ngaji di desa panyocokan yang bernama Majlis ta'lim al hikmah umumnya tidak dibayar. Semua aktivitas mengajarkan mengaji mereka lakukan dengan semangat pengabdian dan panggilan jiwa. Jika pun ada pemberian finansial kepada mereka, hal itu pun hanya berbentuk sederhana. 

Dari pengabdian yang luar biasa ini, tradisi mengaji menjadi kuat mengakar di desa-desa. Tak sedikit pula masyarakatnya dapat melantunkan ayat-ayat Al-quran serta melantunkan syair- syair pujian secara fasih. Hubungan kerukunan antar warga disini saling menghargai, menghormati saling sapa menyapa dengan tidak memandang ras, agama, dan suku. Warga disini rata-rata islam semua, hampir belum ditemukan warga yang beragama selain islam.



"Wawasuh" Tata Bersuci Masyarakat lokal ketika 


Wawasuh adalah salah satu adab masuk dan keluar masjid rumah Allah. Sehingga kita diwajibkan untuk memuliakan masjid dan masuk dengan keadaan berakhlak dengan menggunakan adab-adab yang baik saat di masjid.

Perlu dibuatkannya kolam kecil di depan pintu masuk masjid dengan air yang selalu mengalir. Dengan demikian, setiap orang yang akan masuk ke masjid terbasuh kakinya oleh air yang mengalir tersebut dan dapat dipastikan kondisi kakinya bebas dari najis sehingga sholat menjadi lebih terjaga. Agar tidak boros, maka airnya bisa disalurkan ke dalam tanah yang dalamnya bisa menampung air lebih dari 2 kulah (kurang lebih 270 liter) lalu dikembalikan lagi ke atas (konsepnya seperti blower pada kolam ikan). Maka selama air itu tidak berubah warna, tidak berbau, dan tidak berubah rasa hukumnya masih suci dan mensucikan.


Dalam kamus bahasa sunda, bahasa sunda dari kata wawasuh adalah mencuci kaki, dsb. Kebiasaan wawasuh merupakan sebuah kebiasaan membersihkan kaki sebelum memasuki tempat tempat yang suci, biasanya warga desa panyocokan akan membasuh kaki di genangan air yang sengaja dibuat untuk membersihkan kaki mereka sebelum memasuk i tempat suci, atau hendak melaksanakan kegiatan keagamaan. Karena warga desa panyocokan setelah selesai dari ladang, sebelum mereka pulang ke rumah biasanya melaksanakan sholat dzuhur atau ashar terlebih dahulu di masjid, fungsi utama tempat wawasuh ini adalah untuk membersihkan kaki sebelum masuk ke masjid. Tempat-tempat wawasuh tersebut biasanya ditemukan di depan pintu masuk masjid ataupun didepan pintu masuk majelis atau pengajian.

Warga desa panyocokan masih melakukan sholat berjamaa’ah di masjid atau musholla terdekat, biasanya mereka melaksanakan sholat secara berjama’ah yaitu sholat shubuh, maghrib dan isya. Sedangkan sholat dzuhur dan ashar di lakukan sendiri-sendiri karena warga desa panyocokan yang masih melakukan aktivitas di ladang.



Gambar diatas merupakan tempat wawasuh yang ada di Majelis ta’lim Darul Hikmah dimana anak-anak sebelum masuk ke tempat mengaji harus melewati tempat wawasuh ini terlebih dahulu fungsinya sama yaitu untuk membersihkan kaki agar tetap terjaga kesucian nya.

Dengan belajar tentang budaya Sunda dan Islam, mahasiswa akan mendapatkan banyak manfaat, di antaranya:

  1. Memperluas Wawasan Melalui kegiatan akulturasi budaya Sunda dan Islam, mahasiswa akan mendapatkan pengalaman baru dan memperluas wawasannya. Mereka akan belajar tentang keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia, serta memahami bahwa masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai etnis dan agama yang berbeda-beda.
  2. Mengembangkan Kreativitas Dalam kegiatan akulturasi budaya Sunda dan Islam, mahasiswa juga akan belajar tentang seni dan budaya. Mereka akan belajar membuat kerajinan tangan, tarian, dan musik tradisional Sunda. Hal ini dapat membantu mahasiswa mengembangkan kreativitas mereka, serta meningkatkan kemampuan sosial dan kepemimpinan.
  3. Meningkatkan Rasa Kebangsaan Dengan mengenal budaya Sunda dan Islam, mahasiswa juga akan semakin mencintai Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Hal ini dapat meningkatkan rasa kebangsaan dan patriotisme mahasiswa, serta membuat mereka lebih peduli terhadap keberagaman budaya di Indonesia.
Reporter
Datto,irfan, mira, maya, dhiana, tiara,fatur dan Gorby Saputra





Posting Komentar untuk "Menjelajahi Potensi Diri Mahasiswa STIT Al Marhalah Melalui Akulturasi Budaya Sunda dan Islam di Kampung Sukamanah, Ciwidey"