Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

" Catatan Blogger Gorby Saputra bagian 4 : Nge-Blog ketika Pesta Demokrasi "

 

Catatan Blogger Gorby Saputra
Catatan Blogger Gorby Saputra

Nge-Blog Ketika Pesta Demokrasi

Disclaimer Plus Opening 

Sebelumnya perlu diketahui bagi pembaca yang mampir membaca blog saya ini, hmmmm kembali menarik nafas dari pagi tadi sampai dini hari, saya berpikir untuk mencari topik yang sesuai, karena apa? maybe bagi yang paham menulis di blog berbeda dengan menulis biasa mau tau perbedaan nya?
boleh dibaca disini .

Begitu banyak kata kunci yang bertebaran, serta bervolume tentang Pesta Demokrasi alias Pemilu . Akan tetapi itupun sangat bersaing dengan website atau blog yah secara domain authority itu gak sepele, wah apalagi itu domain authority ? anda bisa baca dengan lengkap jangan sungkan untuk klik saja 

Lalu apakah saya melaukan riset keyword atau kata kunci sesuai dengan tema yang saya angkat? dan apa pula penting nya riset keyword ? anda juga bisa kepoin juga dengan klik lagi, dari perihal ;

  1. Panduan tentang keyword
  2. Tingkat kesulitan 
  3. Apa itu Organic Keyword dan cara Optimasinya 
Silahkan jangan sungkan ya untuk buka-buka tulisan yang sudah berwarna biru. baik kita lanjutkan sesuai dengan tema. jujur agak berat untuk membuat tulisan ini, karena harap-harap cemas juga, meskipun saya secara pribadi suka juga mengamati Pesta Demokrasi 5 tahunan. karena apa? sudah pasti mustahil hidup di Indonesia lepas dari rangkaian, mata rantai berita-berita, video-video perihal Pilpres dan cawapresnya. secara status saya masyrakat biasa, dan saya tak mau mengklaim diri saya seorang aktivis. sangat jauh dari kalimat itu dan tidak mungkin di sematkan kepada saya. 

Namun secara Hak saya juga punya rasa yang ingin saya ungkapkan, perihal Pesta Demokrasi alias Pemilu .


Seorang Kawan Bertanya dan minta tanggapan perihal Film Dirty Vote 


Senyum campur tawa kecil, yang apa ya? banyak faktor yang harus di selami dari Film Dirty Vote, masih ingat pemilu lima tahunan sebelumnya? kemunculan Film Sexy Killer ?. bagaimana sebuah film dibuat dengan maksud dan tujuan?. yap katakan lah untuk memberikan edukasi kah? menggiring masyakarat agar memilih calon pemimpin dan wakilnya dengan bijak?. atau Golput ?.

Semua Pertanyaan Itu kembali kepada Anda yang sudah menonton kedua film tersebut, dari jawaban yang membuat mikir ulang untuk mencoblos? atau tetap stay menggunakan Hak Pilih anda nantinya di Hari Pencoblosan.

Secara jawaban yang di ajukan oleh Kawan saya Mengenai Film Dirt Vote, hmmmm, Luar Biasa, karena narasumber yang Berani, cerdas, Intelektual, dan memang punya reputasi yang bukan kaleng-kaleng, seperti ;

  1. Zainal Arifin Mochtar yang mana seorang Dosen, juga anggota dewan audit OJK (2015-2017), dan pernah menjabat sebagai direktur advokasi pusat kajian antikorupsi (PUKAT) 
  2. Bivitri Susanti, Pendiri dan peneliti Pusat Studi hukum dan Kebijakan (PSHK), dan peraih penghargaan Pemikir muda hukum tata negara, Anugerah Konstitusi M . Yamin Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas dan APHTN-HAN (2018).
  3. Feri Amsari , seorang Dosen, dan juga pernah menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSako) Fakultas Hukum Universitas Andalas
Bagi yang tau siapa mereka ? setelah saya paparkan secara singkat pencapaian, jabatan? ya tadi saya katakan bukan kaleng-kaleng, mereka sosok yang kuliahnya lulus sebelum 98, artinya senior banget, maka dengan uraian yang mereka berikan rekaman video, data, grafik, diagram, dan itu gak main-main di kumpulkan.

Nah saya akan memberikan jawaban sekaligus tanggapan mengenai Film Dirty Vote, kawan ku, perlu di ketahui ya dalam Kubah Demokrasi, jika kualitas masyarakat kita masih berkutat untuk kebutuhan yang sangat mendasar sudah pasti setiap dalam Pesta Demokrasi lima tahunan, sangat mudah di bentuk pola pikirnya agar mau memilih dengan apa? hayo jujur ?

Yap, Uang, Sembako, dan itu sudah bisa dikatakan jadi lumrah atau di lumrahkan? wajar? atau di wajarkan?, biasa atau terbiasa ? ini sudah bukan rahasia diam-diam lagi, melainkan sudah umum sekali.
jadi kawanku apa yang dikau harapkan untuk demokrasi di negeri ini ?

Loh itu Film Dirty Vote kok terkesan jangan pilih 02, 03, ? Dan terlalu banyak menyudutkan 02 ? bagaimana dengan 03 dan 01 ? jawaban dari saya adalah " apa itu netral ? apa itu cukup simpan di kepala mu kawan lalu nanti saja ketika di kotak surat suara atau pencoblosan barulah pilih nomor yang bagi mu bisa merubah hidupmu toh ".

Tetapi bagi saya mau seperti apapun bentuk pemilu, tetap ada yang namanya Pemodal besar, Pemain besar, juga seolah dibuat ada yang Pro dan kontra. maka mana yang jernih dan bersih dari kecurangan ?
Kawan ku, inilah yang saya katakan buah dari demokrasi, akan terus melahirkan para demagog, mau apapun itu kemasannya, bentuknya, polanya, mekanismenya.


Sedikit jawaban semoga bisa memuaskan kamu wahai kawanku tentang apa itu buah Demokrasi Sekaligus pemilihan langsung 


Socrates memiliki pandangan kritis terhadap demokrasi dan sistem pemilihan langsung yang diterapkan di Athena pada zamannya. Ada beberapa alasan mengapa dia skeptis terhadap sistem tersebut:
  • Kualifikasi dan Kompetensi: Socrates percaya bahwa kebijaksanaan dan pengetahuan yang mendalam adalah kualifikasi yang lebih penting daripada popularitas atau retorika yang bagus dalam memilih pemimpin. Dalam sistem pemilihan langsung, pemimpin sering dipilih berdasarkan kepopuleran atau kemampuan berbicara yang baik, bukan kualifikasi intelektual atau moral yang sebenarnya.
  • Ketidakstabilan dan Manipulasi: Socrates khawatir bahwa demokrasi cenderung rentan terhadap ketidakstabilan dan manipulasi. Dia percaya bahwa keputusan yang diambil oleh mayoritas seringkali dipengaruhi oleh emosi dan ketidaktahuan, daripada pemikiran yang rasional dan bijaksana. Hal ini bisa menyebabkan keputusan yang tidak baik atau tidak adil.
  • Ketidakmampuan untuk Membedakan Kebaikan dari Keburukan: Socrates juga merasa bahwa dalam sebuah demokrasi, orang mungkin cenderung memilih pemimpin atau kebijakan berdasarkan janji-janji yang sifatnya populis atau manis, tanpa mempertimbangkan implikasi jangka panjang atau kebenaran moral dari keputusan tersebut.
  • Bahaya dari Mayoritas Tirani: Socrates khawatir bahwa dalam sistem demokrasi, mayoritas dapat dengan mudah menindas minoritas atau menetapkan kebijakan yang tidak adil hanya karena kebanyakan orang mendukungnya. Dia memperingatkan tentang bahaya tirani mayoritas, di mana kehendak minoritas diabaikan atau dilanggar.
Meskipun pandangan Socrates ini kontroversial dan mengundang debat, dia secara konsisten menekankan pentingnya pendidikan dan pengembangan moral dalam membangun masyarakat yang adil dan bijaksana.

Beberapa contoh keruntuhan negara, bangsa, dan rusaknya masyarakat karena sistem demokrasi dan pemilihan langsung yang kotor dan curang dapat ditemukan dalam sejarah politik beberapa negara. Beberapa contoh termasuk:

  • Venezuela: Venezuela mengalami krisis politik dan ekonomi yang parah pada tahun-tahun terakhir, yang sebagian besar disebabkan oleh sistem demokrasi yang korup dan pemilihan yang dipertanyakan. Penindasan politik, penyalahgunaan kekuasaan, dan manipulasi pemilihan telah menyebabkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang serius di negara itu.
  • Zimbabwe: Zimbabwe adalah contoh lain di mana pemilihan langsung yang kotor dan korup telah menyebabkan keruntuhan negara dan penderitaan masyarakat. Pemilihan yang dipertanyakan dan kekuasaan otoriter telah menghasilkan krisis politik, ekonomi, dan kemanusiaan yang parah.
  • Madagaskar: Di Madagaskar, pemilihan presiden yang dicurigai terjadi kecurangan dan manipulasi telah memicu ketidakstabilan politik dan konflik sosial. Ini telah mengganggu pembangunan negara dan kesejahteraan masyarakat.
  • Kenya: Kenya juga telah mengalami kontroversi pemilihan yang memicu kekerasan politik dan ketegangan etnis. Pemilihan yang dipertanyakan telah mengancam stabilitas negara dan perdamaian masyarakat.
Dalam contoh-contoh ini, kecurangan dalam sistem demokrasi dan pemilihan langsung telah mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat pada lembaga-lembaga politik, meningkatkan ketidakstabilan politik dan ekonomi, serta menyebabkan penderitaan dan konflik sosial. Ini menunjukkan pentingnya menjaga integritas dan transparansi dalam proses demokrasi untuk mencegah keruntuhan negara dan masyarakat.

Ketika masyarakat belum matang atau tidak sepenuhnya mengerti tentang proses pemilihan langsung, ini dapat mengakibatkan berbagai masalah dan kerusakan dalam sistem politik. Berikut adalah contoh-contoh kerusakan yang mungkin terjadi:

Manipulasi dan Pengaruh Eksternal: Masyarakat yang belum matang politik cenderung lebih rentan terhadap manipulasi dan pengaruh dari pihak-pihak eksternal, seperti partai politik, tokoh-tokoh kuat, atau kepentingan khusus. Mereka mungkin mudah dipengaruhi oleh janji-janji palsu atau propaganda yang tidak akurat.

  • Pemilihan Berbasis Identitas Daripada Kualifikasi: Tanpa pemahaman yang matang tentang kualifikasi dan platform kandidat, masyarakat dapat memilih berdasarkan faktor-faktor seperti identitas etnis, agama, atau gender, daripada kualifikasi dan rekam jejak yang sebenarnya dari calon. Hal ini dapat mengarah pada pemilihan yang tidak efektif dan merugikan.
  • Ketidakstabilan Politik: Masyarakat yang belum matang dalam pemahaman politik cenderung membuat keputusan impulsif atau tidak konsisten, yang dapat menyebabkan ketidakstabilan politik. Pergantian pemerintahan yang sering atau keputusan yang tidak konsisten dapat merugikan proses pembangunan dan kestabilan negara.
  • Korupsi dan Nepotisme: Kurangnya kesadaran politik dapat membuat masyarakat lebih rentan terhadap korupsi dan nepotisme. Para pemimpin yang tidak berkualitas atau tidak etis dapat memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat untuk memperoleh kekuasaan dan keuntungan pribadi, bukan untuk kepentingan umum.
Contoh-contoh ini menunjukkan pentingnya pendidikan politik dan kesadaran masyarakat dalam proses pemilihan langsung. Tanpa pemahaman yang matang tentang hak dan tanggung jawab dalam memilih pemimpin dan kebijakan, masyarakat rentan terhadap manipulasi dan kerusakan dalam sistem politik mereka.

Ada berbagai jenis demokrasi dan sistem pemilihan langsung yang dapat diterapkan dalam berbagai konteks politik. Di bawah ini adalah beberapa jenis demokrasi dan cara pemilihan pemimpin serta perwakilan rakyat yang sering digunakan:

  • Demokrasi Representatif: Dalam demokrasi representatif, warga negara memilih wakil-wakil mereka untuk mewakili kepentingan mereka di lembaga legislatif atau eksekutif. Para wakil ini dipilih melalui pemilihan umum, di mana warga memilih partai politik atau kandidat yang mereka dukung. Para wakil yang terpilih kemudian bertanggung jawab atas pembuatan keputusan dan pembuatan kebijakan. Contoh sistem pemilihan yang digunakan dalam demokrasi representatif adalah pemilihan umum multipartai, di mana partai politik bersaing untuk memenangkan kursi di parlemen atau posisi eksekutif.
  • Demokrasi Langsung: Dalam demokrasi langsung, warga negara secara langsung berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik tanpa perantara. Ini bisa berarti bahwa warga memilih langsung kebijakan tertentu melalui referendum atau inisiatif rakyat, atau mereka bisa mengambil bagian dalam pemilihan langsung untuk memilih pejabat tertentu tanpa melalui perantara partai politik. Contoh dari demokrasi langsung adalah sistem referendum seperti yang digunakan di Swiss, di mana warga secara langsung memutuskan masalah-masalah kebijakan tertentu.

Kedua jenis demokrasi ini dapat memunculkan berbagai masalah jika tidak dijalankan dengan baik atau jika disalahgunakan oleh para pemimpin atau partai politik. Beberapa masalah yang mungkin timbul termasuk:

  • Korupsi: Baik dalam demokrasi representatif maupun langsung, korupsi dapat terjadi ketika para pemimpin atau partai politik menggunakan kekuasaan atau sumber daya untuk keuntungan pribadi mereka sendiri, bukan untuk kepentingan publik.
  • Manipulasi Pemilihan: Dalam sistem pemilihan multipartai, terdapat risiko manipulasi pemilihan seperti gerrymandering (penciptaan batas-batas pemilihan yang menguntungkan satu partai politik), penipuan pemilih, atau penekanan terhadap partisipasi warga yang adil.
  • Ketidaksetaraan Representasi: Dalam sistem pemilihan yang terpusat pada partai politik, terkadang ada ketidaksetaraan dalam representasi, di mana kelompok-kelompok minoritas atau suara-suaran yang kurang terwakili memiliki sedikit atau tidak ada suara dalam proses politik.
  • Politik Nepotisme: Terutama dalam demokrasi representatif, terdapat risiko politik nepotisme di mana posisi politik atau kebijakan publik dapat digunakan untuk mempromosikan kepentingan keluarga atau rekan politik.
Penting bagi sistem demokrasi dan pemilihan langsung untuk memiliki mekanisme pengawasan dan penegakan hukum yang kuat untuk mencegah dan mengatasi potensi kerusakan, kecurangan, dan penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini termasuk transparansi dalam pemilihan, akses yang adil terhadap proses politik bagi semua warga, serta akuntabilitas bagi para pemimpin dan partai politik.

Dalam banyak sistem politik yang menganut demokrasi, terutama dalam konteks pemilihan umum yang diadakan secara berkala, terkadang terdapat masalah serius terkait dengan pengaruh uang, kekuasaan, dan skema politik yang merusak. Berikut adalah beberapa penjelasan mengenai hal ini:

  • Pemodalisme Politik: Pemodalisme politik merujuk pada pengaruh besar yang dimiliki oleh individu atau kelompok dengan kekayaan finansial yang signifikan dalam proses politik. Mereka dapat menggunakan kekayaan mereka untuk mempengaruhi hasil pemilihan umum melalui kampanye politik yang mahal, donasi kepada partai politik atau kandidat, atau bahkan korupsi. Ini dapat menyebabkan ketidaksetaraan dalam akses terhadap proses politik dan menguntungkan kepentingan kelompok kekayaan di atas kepentingan publik yang lebih luas.
  • Pemain Politik Korup: Dalam beberapa kasus, pemain politik dapat terlibat dalam praktik korupsi, seperti menerima suap dari pengusaha atau pemodal politik sebagai imbalan untuk mendukung kepentingan mereka. Ini dapat mengaburkan batas antara kepentingan publik dan pribadi dan merusak integritas proses politik.
  • Skema Politik yang Merugikan: Beberapa partai politik atau kandidat dapat menggunakan skema politik yang merugikan untuk memenangkan pemilihan, seperti memanipulasi pemilih, melakukan penipuan pemilih, atau menyalahgunakan kekuasaan dalam perangkat negara untuk keuntungan politik mereka sendiri. Skema semacam itu dapat merusak integritas dan legitimasi proses politik.
  • Mekanisme yang Dikendalikan: Terkadang, dalam beberapa pesta demokrasi, mekanisme pengawasan dan penegakan hukum yang seharusnya mengawasi integritas pemilihan mungkin lemah atau dikendalikan oleh kepentingan politik tertentu. Ini dapat memungkinkan praktik-praktik yang merugikan untuk berkembang dan merusak proses demokrasi secara keseluruhan.
Penting untuk diingat bahwa sementara demokrasi memiliki banyak kelebihan, termasuk memberikan suara kepada warga negara dan memungkinkan pertukaran kekuasaan secara damai, itu juga rentan terhadap penyalahgunaan dan manipulasi. Penting bagi masyarakat sipil, media independen, dan lembaga pengawasan untuk memantau proses politik dengan cermat dan memastikan integritasnya.

Sangatlah penting untuk menyadari bahwa meskipun adanya lembaga-lembaga seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu, Dewan Kehormatan dan Etik Pemilu, serta undang-undang pemilu, seringkali masih terjadi drama politik yang merusak negara dan masyarakat. Berikut adalah beberapa penjelasan mengapa hal ini terjadi:

  • Manipulasi dan Interferensi: Meskipun ada lembaga-lembaga pengawas dan undang-undang yang mengatur pemilihan, seringkali masih terjadi manipulasi dan interferensi dalam proses pemilu. Hal ini bisa meliputi penipuan pemilih, intimidasi pemilih, atau penyalahgunaan sumber daya negara untuk kepentingan politik tertentu.
  • Ketidaknetralan Lembaga Pengawas: Terkadang, lembaga-lembaga pengawas pemilu mungkin tidak sepenuhnya netral atau independen. Mereka dapat terpengaruh oleh tekanan politik atau memiliki kepentingan tertentu yang mempengaruhi keputusan mereka. Hal ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap integritas proses pemilu.
  • Pelanggaran Etika: Meskipun ada dewan kehormatan dan etik pemilu, pelanggaran etika masih sering terjadi dalam kampanye politik. Hal ini bisa berupa penyebaran berita palsu, serangan personal terhadap lawan politik, atau penipuan dalam kampanye. Pelanggaran etika semacam itu dapat merusak citra politik dan memicu polarisasi di masyarakat.
  • Kebobrokan Sistem Hukum: Dalam beberapa kasus, kebobrokan sistem hukum atau kelemahan penegakan hukum dapat memungkinkan pelanggaran pemilu terjadi tanpa konsekuensi yang sesuai. Hal ini dapat merusak integritas proses demokrasi dan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga negara.

Referensi:

Norris, P. (2014). Why electoral integrity matters. Cambridge University Press.
Schedler, A. (2006). Electoral authoritarianism: The dynamics of unfree competition. Lynne Rienner Publishers.
Tilly, C. (2007). Democracy. Cambridge University Press.

Tiga referensi di atas menyediakan pemahaman yang mendalam tentang tantangan dan masalah dalam proses pemilu dan demokrasi, termasuk pelanggaran etika, kekurangan lembaga pengawas, dan manipulasi politik yang merusak.

Dalam konteks demokrasi, proses pemilihan umum seringkali melibatkan berbagai taktik dan strategi politik yang dapat dimanfaatkan untuk meraih jabatan politik. Berikut adalah beberapa penjelasan tentang bagaimana agenda untuk meraih jabatan dalam demokrasi dapat menyebabkan kecurangan:


  • Manipulasi Undang-Undang Calon Presiden dan Wakil Presiden: Meskipun undang-undang tentang calon presiden dan wakil presiden telah diatur dengan cermat dan diuji kekonstitusinya, masih ada celah atau ketidaksempurnaan dalam undang-undang tersebut yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu. Para politisi atau partai politik dapat menggunakan lobbi atau tekanan politik untuk mempengaruhi pembuatan undang-undang atau keputusan Mahkamah Konstitusi sehingga menguntungkan kandidat atau partai politik mereka.
  • Gabungan Partai Politik untuk Mendukung Calon: Dalam upaya untuk memenangkan pemilihan, partai-partai politik sering kali membentuk koalisi atau gabungan untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden. Namun, terkadang koalisi ini mungkin dibentuk lebih karena kepentingan politik dan kekuatan ekonomi daripada kesamaan visi politik atau kepentingan publik. Hal ini dapat menghasilkan manipulasi dan deal politik yang tidak selalu menguntungkan masyarakat secara keseluruhan.
  • Peran Besar Partai Politik dan Pemodal dalam Proses Politik: Partai politik dan pemodal memiliki peran besar dalam proses politik dalam demokrasi. Mereka memiliki sumber daya yang cukup untuk mempengaruhi hasil pemilihan, baik melalui kampanye politik yang mahal, iklan, atau pendanaan politik. Namun, terlalu banyak kekuatan dan pengaruh dari partai politik atau pemodal tertentu dapat merusak proses demokrasi dengan mengurangi pluralisme politik dan menyebabkan ketidakadilan dalam distribusi kekuasaan politik.
Dalam konteks ini, penting untuk memiliki mekanisme pengawasan yang kuat, transparansi yang tinggi, dan partisipasi masyarakat yang aktif dalam proses politik untuk mencegah kecurangan dan penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini dapat dilakukan melalui pemantauan independen, reformasi hukum, dan pendidikan politik yang lebih baik bagi masyarakat.

Posting Komentar untuk "" Catatan Blogger Gorby Saputra bagian 4 : Nge-Blog ketika Pesta Demokrasi ""