"Yang Selalu Di Lupakan 28 Oktober, Pers Di Balik Sumpah Pemuda"
Yang Selalu Di Lupakan 28 Oktober, Pers Di Balik Sumpah Pemuda" Gambar : gorbysaputra.com |
Mengapa Peran Pers di Balik Sumpah Pemuda Kerap Terlupakan?
Kita tentu sadar betul di setiap bulan Oktober selain ada Hari Kesaktian Pancasila, juga tentu ada serangkaian Peristiwa yang sebelum Menjadi Hari Kesaktian Pancasila, sudah ada pula pangkal awal atau bisa saya katakana tonggak awal bagaimana Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri.
Apa itu? ya peristiwa Sumpah Pemuda, antara miris dan juga ironi sebetulnya, saban memperingati hari sumpah pemuda, dari tahun ke tahun hanya tak ubahnya hanya ceremonial bahkan menjadi bentuk template yang sudah bisa di buat, di edit, dengan aplikasi design. maka setelah itu hilang dan muncul lagi seterusnya sampai tiba 28 Oktober lagi.
Lalu apa pentingnya mengetahui tokoh pers di balik sumpah pemuda?
Baik, kita masuk ke pembahasan, Coba mari kita refleksikan saat kita masih di bangku sekolah dasar atau anda pernah melihat photo-photo wajah pahlawan nasional dari Patimura, Sisingamaraja, Pangeran Diponegoro, Tjut Nyak Dien, kemudian kita beranjak lagi yang sangat boleh dikatakan Tokoh-tokoh Dinamo Pergerakan Siapa Saja?
- Wahidin Soedirohusodo
- Soetomo
- H.O.S Tjokroaminoto
- Tjipto Mangoenkoesoemo
- Ki Hadjar Dewantara
- K.H Ahmad Dchlan
- K.H Agoes Salim
- S.M Kartosewirjo
- M. Yamin
- Samratulangi
- Iwa Koesoema Soemantri
- Wage Rudlof Soepratman
- Bung Sjahrir
- Bung Hatta
- Bung Karno
Dari Nama-nama diatas jika hanya dibaca, di cari, kemudian dilihat mungkin yang ada dibenak anda hanya sebagai Pahlawan Nasional saja kan?. sabar dulu, biar semakin penasaran lalu anda akan semakin tertarik sesuai pembahasan yang saya angkat wabil khusus kepada anda pembaca yang suka sekali dengan content sejarah.
Bagaimana jika dari Nama-nama Tokoh-tokoh diatas tadi saya ubah Profiling mereka menjadi ;
dr. Wahidin Soedirohusodo dan dr. Soetomo
Jabatan Redaktur : Surat Kabar Retno Doemilah
Pendiri : Organisasi Boedi Oetomo, Jong Java
Surat kabar Retno Doemilah merupakan terbitan dalam dwibahasa (Jawa-Melayu) yang berbasis di Solo, Jawa Tengah. Surat kabar ini terbit sejak 1895 dan sebagian besar berisi ulasan atau pembicaraan tentang kondisi buruk yang mendera masyarakat Jawa pada periode tersebut dan memerlukan perhatian serta bantuan dari golongan terkemuka.
Majalah ini terbit tiap Selasa dan Jumat dengan tarif berlangganan sebesar f 10,- per tahun. Selain pengurus, surat kabar Retno Doemilah juga memiliki agen penerbitan dan penjualan di Yogyakarta (De Nieuwe Vorstenlanden, 20-05-1985).
Surat kabar Retno Doemilah pernah dinahkodai oleh dr. Wahidin Soedirohoesodo pada periode 1901-1906. Selama menjabat sebagai redaktur, ia berupaya keras membangkitkan perhatian dari golongan bangsawan bumiputra agar bersedia memberikan bantuan kepada rakyat melalui bidang pendidikan (Departemen Penerangan, 1995:7). Seperti tersaji terbitan pada 4 Januari 1901, Retno Doemilah memuat artikel terbentuknya Mardiwara, sebuah perkumpulan yang beranggotakan kaum terpelajar Jawa. Perkumpulan ini terbentuk oleh karena keprihatinan mereka terhadap kondisi perekonomian masyarakat Jawa yang jauh tertinggal bila dibandingkan dengan kesejahteraan para pendatang.
Fakta Menarik juga unik, Bahwasanya Beliau selain pendiri Organisasi Boedi Oetomo juga seorang dokter tetapi juga seorang jurnalis dan ini jarang terjadi toh? langka bahkan?. dan di masa-masa itu menjadi seorang dokter sekaligus Jurnalis semacam style yang bergengsi. karena apa pada masa itu untuk dekat dengan rakyat itu jadi dokter dan jadi jurnalis.dan patut di ingat dr. Wahidin Soedirohoesodo dalam mengelola surat Kabar Retno Doemilah itu bersama-sama dengan dr. Soetomo. selain itu memang Organisasi Boedi Oetomo punya Produk Jurnalistik sendiri. maka itulah tradisi tua jurnalistik di indonesia
Nah Kenapa hal-hal semacam ini juga jarang terdengar?
H.O.S Tjokroaminoto Raja Jawa Tanpa Mahkota
Jabatan : Pimpinan sekaligus Redaktur Surat Kabar : Oetoesan Hindia
Tokoh satu ini adalah seorang Guru Bangsa yang nantinya akan menjadikan tiga tokoh penting dalam dinamika merdekanya Bangsa Indonesia dari Imperlaisme dan kolonialisme, dengan jargon yang sudah banyak di kenal yakni "Semurni-murni Tauhid, Setinggi-tinggi Ilmu, Sepintar-pintar siasat".
Bicara Tokoh satu ini, selain beliau hmmmm...., bisa dikatakan bersama-sama Haji Samanhudi melanjutkan SDI (Sarekat Dagang Islam) menjadi SI (Sarekat Islam), juga memang seorang Pemimpin Surat Kabar "Oetoesan Hindia".
Fakta yang tak terbantahkan juga, memang selain H.O.S Tjokroaminoto Memimpin Surat Kabar Oetsan Hindia, hamper semua yang Nge-kost di Rumah Beliau seperti
Sukarno, Semaoen, Kartosoewirjo, juga menjadi jurnalis, artinya sudah jelas beliau tak hanya sekedar memimpin organisasi, surat kabar, akan tetapi berhasil mencontohkan dengan tepat sebagai Bapak Kost sebelum Republik Indonesia Berdiri.
Pertanyaan-nya adalah Hari gini dimana ada Kost-kost'an anak muda, mahasiswa, yang Bapak Kost-nya mewariskan Tradisi Jurnalistik?
dr. Tjipto Mangoenkoesomo
Jabatan : Redaktur surat kabar De Express (Bandung)
Ini adalah salah satu tokoh yang Namanya di abadikan menjadi rumah sakit yang sangat terkenal RSCM Atau RSUP.rscm. wah lagi-lagi seorang dokter menjadi jurnalis juga, sependek sepengetahuan saya, beliau juga memang tidak hanya satu memimpin surat kabar, apa saja?
Surat Kabar dan Majalah di Bawah Kepemimpinan dan Keterlibatan Tjipto Mangoenkoesoemo
1. De Express
Posisi Tjipto: Pendiri dan Penulis Utama
Keterangan: De Express didirikan oleh Tjipto Mangoenkoesoemo bersama Ernest Douwes Dekker dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Surat kabar ini menjadi media penting bagi Indische Partij, organisasi politik yang mereka dirikan pada 1912. Tjipto sering menulis artikel yang menyerukan kemerdekaan, keadilan sosial, dan kritik tajam terhadap pemerintahan kolonial Belanda. Surat kabar ini menjadi salah satu corong utama pergerakan nasionalis radikal pada masa itu.
2. Medan Prijaji
Posisi Tjipto: Penulis Kontributor
Keterangan: Medan Prijaji adalah surat kabar yang didirikan oleh Tirto Adhi Soerjo, dan Tjipto Mangoenkoesoemo merupakan salah satu penulis yang terlibat aktif. Surat kabar ini memfokuskan diri pada pembelaan hak-hak rakyat pribumi, mengkritik pemerintah kolonial, dan membangun kesadaran akan pentingnya persatuan nasional. Kontribusi Tjipto dalam surat kabar ini memperkuat posisi Medan Prijaji sebagai media progresif dan nasionalis.
3. Suara Umum
Posisi Tjipto: Penulis Kontributor
Keterangan: Suara Umum adalah surat kabar yang menjadi wadah bagi para tokoh pergerakan nasional untuk menyuarakan ide-ide mereka. Tjipto Mangoenkoesoemo sering menulis di surat kabar ini, mengedepankan pemikirannya tentang keadilan sosial, hak-hak rakyat pribumi, dan perlunya reformasi politik di Hindia Belanda. Surat kabar ini berperan penting dalam menyebarkan gagasan nasionalis radikal.
4. Oetoesan Hindia
Posisi Tjipto: Penulis Kontributor
Keterangan: Oetoesan Hindia merupakan surat kabar yang didirikan oleh Sarekat Islam, organisasi massa yang sangat berpengaruh pada masa awal pergerakan nasional. Tjipto Mangoenkoesoemo sering menulis artikel yang membahas persoalan-persoalan sosial, ekonomi, dan politik, terutama yang berkaitan dengan penindasan rakyat pribumi oleh kolonialisme. Peran Tjipto dalam surat kabar ini sangat penting dalam penyebaran ide-ide antikolonial di kalangan massa Sarekat Islam.
5. Pewarta Soerabaia
Posisi Tjipto: Penulis Kontributor
Keterangan: Pewarta Soerabaia adalah salah satu surat kabar penting yang terbit di Surabaya. Meskipun Tjipto tidak memimpin surat kabar ini, ia memberikan kontribusi berupa tulisan-tulisan yang mengkritik kebijakan kolonial dan menyerukan perlawanan terhadap penindasan Belanda. Peran Tjipto dalam surat kabar ini turut memperkuat gerakan nasional di Jawa Timur.
6. Bintang Hindia
Posisi Tjipto: Penulis Kontributor
Keterangan: Bintang Hindia didirikan oleh Tirto Adhi Soerjo, yang dikenal sebagai pelopor pers nasional di Indonesia. Tjipto Mangoenkoesoemo sering menulis artikel di sini yang mendukung pergerakan nasional dan mendorong kesadaran politik di kalangan rakyat Indonesia. Hubungannya yang erat dengan Tirto Adhi Soerjo memungkinkan Tjipto untuk memanfaatkan Bintang Hindia sebagai salah satu media penyebar gagasan progresif.
7. Bataviaasch Nieuwsblad
Posisi Tjipto: Penulis Kontributor
Keterangan: Meskipun surat kabar ini berbahasa Belanda dan cenderung digunakan oleh kalangan kolonial, Tjipto Mangoenkoesoemo menulis beberapa artikel di Bataviaasch Nieuwsblad yang memuat kritiknya terhadap kebijakan kolonial Belanda. Ini menunjukkan bahwa Tjipto tidak hanya berjuang di media pribumi, tetapi juga mencoba memengaruhi opini masyarakat Belanda di Hindia Belanda.
Majalah yang Berkaitan dengan Tjipto Mangoenkoesoemo
1. Het Tijdschrift
Posisi Tjipto: Penulis Utama dan Pemimpin Redaksi (Secara Tidak Langsung melalui Indische Partij)
Keterangan: Majalah ini didirikan sebagai bagian dari kegiatan Indische Partij. Tjipto Mangoenkoesoemo sering menulis artikel di majalah ini untuk menyebarkan gagasan nasionalisme dan antikolonialisme. Het Tijdschrift berfungsi sebagai platform intelektual yang digunakan oleh Tjipto dan rekan-rekannya untuk mendidik dan menyadarkan masyarakat pribumi akan pentingnya persatuan melawan penjajahan.
2. Kaoem Moeda
Posisi Tjipto: Pengaruh Pemikiran (Tidak Langsung)
Keterangan: Meskipun Tjipto tidak secara langsung menjadi pemimpin atau penulis tetap di majalah ini, Kaoem Moeda menjadi salah satu media yang menyebarkan ide-ide radikal yang relevan dengan pemikiran Tjipto Mangoenkoesoemo. Pengaruhnya terlihat dalam semangat nasionalisme yang diusung oleh majalah ini.
3. Tjahaja Timoer
Posisi Tjipto: Pengaruh Pemikiran (Tidak Langsung)
Keterangan: Tjahaja Timoer adalah majalah yang dikenal di kalangan nasionalis moderat. Meskipun Tjipto tidak memimpin majalah ini, pemikiran-pemikiran radikalnya memengaruhi para penulis dan tokoh pergerakan nasional yang terlibat dalam majalah ini.
Tjipto Mangoenkoesoemo memiliki peran yang sangat signifikan dalam dunia jurnalistik pada masa pergerakan nasional. Ia berkontribusi sebagai pendiri, pemimpin, dan penulis di beberapa surat kabar terkemuka seperti De Express dan Medan Prijaji. Selain itu, ia juga menulis di surat kabar lain seperti Suara Umum, Oetoesan Hindia, Pewarta Soerabaia, Bintang Hindia, dan Bataviaasch Nieuwsblad. Dalam ranah majalah, ia berkontribusi dalam Het Tijdschrift, serta memberikan pengaruh pemikiran pada majalah Kaoem Moeda dan Tjahaja Timoer.
Posisi Tjipto Mangoenkoesoemo dalam dunia pers nasional ini menunjukkan perannya yang tak hanya sebagai pejuang di jalur politik, tetapi juga sebagai intelektual yang menggunakan media untuk menyebarkan ide-ide kemerdekaan dan nasionalisme.
Dari itu semua Beliau berkali-kali di tangkap, keluar masuk penjara, bahkan sangat sering ya itu keluar masuk penjara, hingga dibuang pun sering, atas tulisan-tulisan nya yang tajam di surat kabar dan majalah pada masa itu.
terlebih beliau ada dokter yang mempunyai peranan penting dalam wabah Pes di pulau jawa kala itu. jadi bisa kita berikan gelar tokoh yang seorang dokter jurnalis wabah (Pandemi) awal ya sudah pasti dokter Tjipto Mangoenkoesoemo.
yang jadi pertanyaan adalah apakah ada dokter pada masa ini seberani dokter Tjipto Mangoenkoesemo?
Soewardi Soerjaningrat
hmmm siapa yang tak kenal tokoh satu ini? jangan salah beliau juga ada kaitanya dengan dunia jurnalis, di beberapa surat kabar berikut yang wajib anda ketahui ;
Soewardi Soerjaningrat, yang lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara, adalah salah satu tokoh penting dalam pergerakan nasional Indonesia, khususnya dalam dunia pendidikan dan pers. Ia tidak hanya dikenal sebagai bapak pendidikan nasional, tetapi juga sebagai seorang jurnalis dan aktivis yang berperan besar dalam menggerakkan kesadaran politik di Hindia Belanda pada masa awal pergerakan nasional.
Keterlibatan Soewardi Soerjaningrat dalam Dunia Jurnalisme
Soewardi Soerjaningrat terlibat aktif dalam dunia jurnalistik sebagai alat untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran nasionalis dan mengkritik kebijakan kolonial Belanda yang dinilai menindas rakyat pribumi. Beberapa surat kabar dan majalah yang berkaitan dengan kiprahnya dalam jurnalisme adalah sebagai berikut:
De Express
Posisi Soewardi: Pendiri, Penulis, dan Editor
Keterangan: Soewardi Soerjaningrat, bersama dengan Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ernest Douwes Dekker, mendirikan surat kabar De Express pada 1912. Surat kabar ini menjadi alat perjuangan Indische Partij untuk menyuarakan ide-ide antikolonial dan nasionalisme. Soewardi menulis banyak artikel di De Express, terutama kritik-kritik pedas terhadap kebijakan kolonial Belanda.
Karya Terkenal: Artikel "Als ik eens Nederlander was" (Seandainya Aku Seorang Belanda) yang diterbitkan di De Express pada 1913, menjadi salah satu tulisan paling terkenal Soewardi. Artikel ini adalah kritik tajam terhadap rencana pemerintah Belanda yang ingin merayakan 100 tahun kemerdekaan mereka di Hindia Belanda, yang dianggap tidak sensitif terhadap penderitaan rakyat pribumi. Artikel ini menyebabkan Soewardi diasingkan ke Belanda bersama dengan Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ernest Douwes Dekker, peristiwa yang dikenal sebagai "Tiga Serangkai".
Het Tijdschrift
Posisi Soewardi: Penulis Utama dan Editor (Secara Tidak Langsung melalui Indische Partij)
Keterangan: Majalah ini adalah publikasi yang terkait dengan Indische Partij, tempat Soewardi berperan aktif dalam menyuarakan gagasan nasionalisme, pendidikan, dan kesetaraan hak bagi penduduk pribumi. Di Het Tijdschrift, Soewardi menyebarkan pemikiran-pemikiran progresif tentang pentingnya pendidikan yang merata bagi semua rakyat Hindia Belanda.
Sedyotomo
Posisi Soewardi: Pendiri dan Penulis
Keterangan: Soewardi Soerjaningrat mendirikan surat kabar Sedyotomo sebagai media untuk memperjuangkan pendidikan dan kesadaran nasional. Surat kabar ini berfokus pada pendidikan rakyat dan memberikan kritik sosial terhadap pemerintahan kolonial Belanda. Melalui Sedyotomo, Soewardi menyampaikan ide-ide tentang pendidikan yang berkaitan dengan pembebasan bangsa dan pentingnya kesadaran politik di kalangan rakyat pribumi.
Kaum Muda
Posisi Soewardi: Penulis Kontributor
Keterangan: Kaum Muda adalah surat kabar yang menjadi salah satu platform Soewardi dalam menyebarkan pemikiran modern dan nasionalis di kalangan pemuda. Di sini, Soewardi menulis banyak artikel yang mendorong reformasi pendidikan dan politik, serta menyerukan kesetaraan hak dan kesempatan bagi rakyat pribumi.
National Onderwijs Instituut Taman Siswa
Posisi Soewardi: Pemimpin dan Pendiri
Keterangan: Setelah kembali dari pengasingannya di Belanda pada 1919, Soewardi Soerjaningrat mendirikan National Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada 1922. Meskipun ini adalah institusi pendidikan, Soewardi memanfaatkan berbagai media dan jurnalisme untuk menyebarkan ide-ide pendidikan yang bebas dari pengaruh kolonial. Ia menulis banyak artikel yang membahas pentingnya pendidikan nasional, terutama di publikasi-publikasi terkait Taman Siswa.
Persatoean Hindia: Sebuah Pijakan dalam Pergerakan Nasional
Persatoean Hindia adalah surat kabar yang didirikan pada tahun 1913 oleh tokoh-tokoh pergerakan nasional seperti Soewardi Soerjaningrat, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Ernest Douwes Dekker selama masa pengasingan mereka di Belanda. Surat kabar ini berperan penting sebagai media untuk menyebarluaskan ide-ide kebangsaan dan memperjuangkan hak-hak rakyat Indonesia yang terjajah.
Keterlibatan Soewardi Soerjaningrat
Soewardi Soerjaningrat, yang dikenal dengan nama samaran Ki Hajar Dewantara, berperan sebagai salah satu penulis utama dalam Persatoean Hindia. Kontribusinya sangat signifikan dalam mengarahkan fokus surat kabar ini pada beberapa isu penting, di antaranya:
Kritik Terhadap Kebijakan Kolonial:
Soewardi dan rekan-rekannya menggunakan Persatoean Hindia untuk mengkritik berbagai kebijakan yang merugikan rakyat Indonesia, seperti pajak yang tinggi dan perlakuan diskriminatif dari pemerintah kolonial. Melalui tulisan-tulisannya, Soewardi menekankan pentingnya mengungkap ketidakadilan dan memperjuangkan hak-hak masyarakat pribumi.
Pendidikan dan Kesadaran Nasional:
Dalam artikel-artikelnya, Soewardi mengadvokasi pentingnya pendidikan bagi rakyat Indonesia. Ia berpendapat bahwa pendidikan yang baik akan mendorong kesadaran politik dan sosial, yang esensial untuk memperkuat gerakan nasionalis. Ia berusaha membangun kesadaran di kalangan masyarakat bahwa pendidikan adalah kunci untuk meraih kemerdekaan.
Persatuan dan Solidaritas:
Soewardi juga menekankan pentingnya persatuan di antara berbagai suku dan golongan di Indonesia. Melalui tulisan-tulisannya di Persatoean Hindia, ia menyerukan agar semua lapisan masyarakat bersatu dalam perjuangan melawan penjajahan, meskipun terdapat perbedaan budaya dan etnis. Ia percaya bahwa solidaritas akan memperkuat kekuatan kolektif dalam menghadapi penindasan.
Peran Soewardi dalam Jurnalisme dan Pergerakan Nasional
Soewardi Soerjaningrat tidak hanya aktif sebagai seorang jurnalis, tetapi juga sebagai seorang agitator intelektual yang menggunakan media untuk menggerakkan kesadaran politik di kalangan rakyat Indonesia. Jurnalisme pada masa itu adalah salah satu alat yang efektif untuk melawan penjajahan, dan Soewardi memanfaatkannya dengan sangat baik untuk menyebarkan ide-ide kebangsaan.
Tulisan-tulisannya yang tajam dan penuh kritik terhadap pemerintahan kolonial, terutama dalam De Express dan artikel "Als ik eens Nederlander was", menunjukkan betapa pentingnya peran pers dalam perjuangan kemerdekaan. Soewardi percaya bahwa kebangkitan nasional harus didukung oleh kesadaran akan hak-hak rakyat pribumi, yang sebagian besar harus diperoleh melalui pendidikan yang mandiri dan bebas dari pengaruh kolonial.
Pengaruh Jurnalisme pada Pemikiran Soewardi
Pengalaman Soewardi sebagai jurnalis sangat memengaruhi pemikirannya dalam bidang pendidikan. Baginya, pendidikan tidak hanya sekadar transfer ilmu, tetapi juga pembentukan kesadaran politik dan sosial. Gagasan-gagasannya tentang pendidikan yang merdeka, non-kolonial, dan berbasis pada kebutuhan rakyat pribumi lahir dari pemahamannya tentang ketidakadilan yang ia alami dan saksikan selama masa kolonial. Melalui media, ia menyebarkan ide-ide ini, yang akhirnya membentuk fondasi pemikiran Taman Siswa, sekolah yang ia dirikan.
Soewardi Soerjaningrat memainkan peran yang sangat signifikan dalam dunia
jurnalisme Indonesia pada masa awal pergerakan nasional. Melalui surat kabar seperti De Express dan Sedyotomo, serta berbagai majalah dan artikel yang ia tulis, Soewardi berhasil menggunakan jurnalisme sebagai alat untuk menyuarakan kritik terhadap penjajahan Belanda dan menyebarkan gagasan nasionalisme serta pentingnya pendidikan bagi rakyat Indonesia.
Karya-karya jurnalistiknya, terutama artikel "Als ik eens Nederlander was", tidak hanya berpengaruh pada pemikiran nasionalisme Indonesia, tetapi juga menyebabkan pembuangan dirinya ke Belanda, yang justru memperkaya pemikirannya tentang pendidikan dan kebangsaan.
Fakta uniknya adalah, Tokoh Pendidikan Pertama yang menjadi Menteri Pendidikan, yang juga sering jadi hari peringatan, sudah tentu siapa lagi kalau bukan Ki Hadjar Dewantara, dan tak terbantahkan lagi juga seorang jurnalis sejati.
Kiprah K.H. Ahmad Dahlan di Dunia Jurnalis
K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah seorang tokoh Islam yang berperan penting dalam pengembangan pendidikan dan pemikiran Islam di Indonesia. Selain sebagai pendiri organisasi Muhammadiyah, ia juga memiliki kontribusi yang signifikan dalam dunia jurnalis melalui berbagai surat kabar dan majalah. Berikut adalah beberapa media yang di mana beliau terlibat aktif:
Suara Muhammadiyah
Tahun Didirikan: 1915
Peran: Pendiri dan penulis
Majalah ini menjadi media resmi Muhammadiyah, mengangkat isu-isu pendidikan, moralitas, dan pemikiran reformis dalam Islam. K.H. Ahmad Dahlan menggunakan majalah ini untuk mendidik masyarakat mengenai ajaran Islam dan mendorong perubahan sosial.
Mutiara
Peran: Penulis dan editor
Majalah ini mengusung tema pendidikan, agama, dan sosial, dengan K.H. Ahmad Dahlan menulis artikel-artikel yang mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pendidikan.
Lentera
Peran: Penulis dan editor
Didirikan untuk membahas pendidikan dan masalah sosial, di mana K.H. Ahmad Dahlan menekankan pentingnya pendidikan bagi umat Islam.
Kaum Muda
Peran: Penulis
Surat kabar ini memberikan platform bagi pemuda untuk menyuarakan pemikiran mereka, di mana K.H. Ahmad Dahlan menulis tentang pendidikan dan kesadaran sosial.
Pewarta
Peran: Penulis dan editor
Surat kabar yang berfokus pada isu sosial, politik, dan keagamaan, K.H. Ahmad Dahlan terlibat dalam penulisan artikel untuk mempromosikan reformasi pendidikan.
Al-Mahdiyah
Peran: Penulis
Majalah ini diterbitkan oleh Muhammadiyah dengan fokus pada pendidikan dan kesehatan, di mana K.H. Ahmad Dahlan menulis tentang pentingnya pendidikan berkualitas.
Bintang Timur
Peran: Penulis
Surat kabar yang memuat berita dan opini tentang perkembangan sosial dan politik, K.H. Ahmad Dahlan berkontribusi dalam artikel yang mendukung perubahan sosial.
Islam Berita
Peran: Penulis
Media yang menerbitkan isu-isu keagamaan dan sosial, di mana K.H. Ahmad Dahlan menyampaikan ide-ide mendidik masyarakat tentang ajaran Islam.
Al-Islam
Peran: Penulis
Majalah ini mengangkat tema keislaman dan pendidikan, di mana K.H. Ahmad Dahlan aktif menulis tentang pendidikan dan akhlak.
Fakta uniknya adalah K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Majalah Soeara Moehamdijah sudah satu abad lebih, dan masih ada sampai sekarang. dan memang hampir seluruh pemimpin redaksinya pasti pernah menjadi ketua Muhammadiyah, dan ini adalah lagi dan lagi menjadi suatu tradisi yang baik dalam organisasi keagamaan bahwasanya hamper semuanya sebelum menjadi ketua organisasi pernah menjadi Pimred.
Pertanyaan lagi masih ada atau berapa banyak K.H yang aktif menulis di surat kabar semasa hidupnya sekarang?
Agoes Salim
Wow siapa sangka tokoh satu ini selain seorang diplomat yang jago, juga polyglot, tetapi juga seorang jurnalis juga ya? apa saja kiprah nya dalam dunia jurnalis? dan juga terlibat dalam dunia literasi ?
Keterlibatan Agoes Salim di Balai Pustaka
Balai Pustaka adalah lembaga penerbitan yang didirikan pada tahun 1908 oleh pemerintah kolonial Belanda. Meskipun berada di bawah kendali kolonial, Balai Pustaka berperan penting dalam pengembangan literatur dan penerbitan karya-karya sastra serta tulisan-tulisan penting untuk masyarakat Indonesia.
Peran di Balai Pustaka:
Agoes Salim bergabung dengan Balai Pustaka pada awal tahun 1930-an sebagai seorang editor. Di sini, ia terlibat dalam penerbitan berbagai buku dan majalah yang berfokus pada tema pendidikan, sosial, dan keagamaan.
Ia berupaya mengangkat kualitas karya sastra Indonesia dan memberikan kesempatan kepada penulis-penulis lokal untuk menerbitkan karya mereka. Hal ini merupakan bagian dari upayanya untuk meningkatkan kesadaran sosial dan pendidikan di kalangan masyarakat Indonesia.
Pemimpin Redaksi Surat Kabar
Selain keterlibatannya di Balai Pustaka, Agoes Salim juga memegang peranan penting sebagai pemimpin redaksi di beberapa surat kabar yang berpengaruh pada masa itu:
Neraca
Tahun Didirikan: 1921
Peran: Pemimpin redaksi
Surat kabar Neraca mengusung tema keadilan sosial dan pendidikan. Di bawah kepemimpinannya, surat kabar ini berfokus pada isu-isu yang berkaitan dengan perjuangan rakyat dan kritik terhadap kebijakan pemerintah kolonial Belanda.
Fajar Asia
Tahun Didirikan: 1946
Peran: Pemimpin redaksi
Fajar Asia adalah surat kabar yang berorientasi pada isu-isu politik dan sosial. Sebagai pemimpin redaksi, Agoes Salim berperan dalam menyuarakan aspirasi masyarakat dan mendukung perjuangan kemerdekaan melalui artikel-artikelnya yang tajam dan kritis.
Het Licht
Tahun Didirikan: 1912
Peran: Pemimpin redaksi
Het Licht (Cahaya) adalah surat kabar yang memfokuskan pada pendidikan dan pembaruan sosial. Di bawah kepemimpinannya, surat kabar ini menjadi media untuk mempromosikan pemikiran modern dan reformasi dalam masyarakat.
Fakta unik, jika anda ingin mengetahui bagaimana Jong Islaminten Bond perjalanannya, harus baca koran-koran yang pernah di pimpin oleh K.H Agoes Salim.
Kembali menjadi Pertanyaan Kenapa ya orang-orang Sarekat Islam itu sudah bisa dipastikan pasti punya koran sendiri-sendiri?
Lalu kayanya gak enak gitu ya kalau gak aktif menulis di koran atau surat kabar?
S.M. Kartosoewirjo
Nah,tokoh satu ini sangat kontroversial sekali, bisa saya pastikan telinga anda bagi yang membaca dan sudah mencari tau apa itu NII, DI/TII? yah sosok beliau ada hubunganya dengan Gerakan tersebut, namun siapa sangka beliau juga aktif di dunia jurnalis pada masa itu, apa saja dan bagaimana kiprah perjalananya dalam dunia jurnalsi pada masa itu?
Keterlibatan S.M. Kartosoewirjo dalam Dunia Jurnalis
Awal Karier Jurnalistik
Bergabung dengan Fadjar Asia: Pada usia 22 tahun, S.M. Kartosoewirjo mulai bekerja di surat kabar Fadjar Asia sebagai wartawan. Ia memulai kariernya dari posisi yang relatif rendah, yaitu sebagai korektor dan reporter. Ini menunjukkan ketekunan dan dedikasinya dalam dunia jurnalis.
Kenaikan Jabatan
Wakil Pemimpin Redaksi: Dalam waktu 16 bulan, Kartosoewirjo berhasil diangkat sebagai wakil pemimpin redaksi dan kuasa usaha di Fadjar Asia. Ini adalah pencapaian yang signifikan mengingat usianya yang masih muda dan kompetisi di dunia pers pada saat itu.
Mengembangkan Gagasan
Pengembangan Kemampuan Menulis: Di Fadjar Asia, Kartosoewirjo menemukan wadah yang tepat untuk mengembangkan dan mengartikulasikan gagasan-gagasannya. Ia menulis dengan produktif, dan tulisan-tulisannya dianggap menarik dan berpengaruh, mencerminkan pemikiran progresif dan nasionalis pada masa itu.
Jabatan sebagai Redaktur
Menjadi Redaktur Harian: Pada tahun 1929, saat berusia sekitar 24 tahun, Kartosoewirjo diangkat menjadi redaktur harian Fadjar Asia, menggantikan HOS Tjokroaminoto yang sakit. Jabatan ini menandai puncak karier awalnya di dunia jurnalis, menunjukkan kemampuan manajerial dan kepemimpinannya.
Kontribusi dan Pengaruh
Tulisan Berpengaruh: Di bawah kepemimpinannya, Fadjar Asia menjadi salah satu suara penting dalam pergerakan nasional. Kartosoewirjo menggunakan platform ini untuk menyampaikan pesan-pesan perjuangan kemerdekaan, kritik terhadap kolonialisme, dan memperjuangkan hak-hak rakyat.
S.M. Kartosoewirjo menunjukkan komitmen dan kemampuan luar biasa dalam dunia jurnalis sejak usia muda. Dengan cepat ia berhasil menduduki posisi penting di Fadjar Asia, di mana ia tidak hanya menulis tetapi juga berkontribusi pada pengembangan perspektif nasionalis dalam jurnalisme Indonesia. Keterlibatannya di Fadjar Asia menjadi salah satu fondasi penting bagi perjalanan politik dan sosialnya yang lebih besar dalam konteks perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Fakta uniknya, beliau juga satu kost dengan sukarno, semaoen, dan memang murid H.O.S Tjokroaminoto. dan beliau juga sewaktu di surat kabar Fadjar Asia bagiannya pencari iklan.
Mohammad Yamin
Tak dapat dipungkiri tokoh satu ini, punya julukan pemecah belah abadi jika sedang di Volksrad, karena beliau paham betul bagaimana menghadapi sidang-sidang buatan pemerintah hindia-belanda saat itu, lalu bagaiamana kiprah beliau di dunia jurnalis?
Karier Awal Mohammad Yamin di Dunia Jurnalis
Awal Karir Jurnalistik
Bergabung dengan Jong Sumatra:
Yamin mulai berkarir di dunia jurnalis melalui Jong Sumatra, sebuah organisasi pemuda yang berdiri pada tahun 1928. Di sini, ia aktif dalam menerbitkan surat kabar yang berfokus pada isu-isu kemanusiaan dan nasionalisme.
Dalam perannya di Jong Sumatra, Yamin menulis banyak artikel yang mengadvokasi perjuangan rakyat untuk mencapai hak-hak sipil dan kebebasan dari penjajahan Belanda.
Keterlibatan di Panorama
Dewan Redaksi Panorama:
Pada awal 1930-an, Yamin bergabung dengan dewan redaksi surat kabar Panorama. Surat kabar ini dikenal kritis terhadap pemerintah kolonial Belanda dan menjadi platform bagi penulis untuk mengungkapkan ide-ide progresif.
Bersama rekan-rekannya seperti Liem Koen Hian dan Sanusi Pane, Yamin menyuarakan isu-isu penting mengenai perjuangan kemerdekaan, ketidakadilan sosial, dan hak asasi manusia.
Mendirikan Kebangoenan
Pendiri dan Redaktur Kebangoenan:
Pada tahun 1936, Yamin bersama Liem Koen Hian, Sanusi Pane, dan Amir Sjarifuddin mendirikan surat kabar Kebangoenan. Media ini diterbitkan oleh Siang Po Printing Press dan menjadi wadah untuk menyampaikan suara rakyat.
Melalui Kebangoenan, Yamin berusaha meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya perjuangan untuk kemerdekaan dan mempromosikan semangat nasionalisme. Ia menjadi salah satu redaktur utama di surat kabar ini, yang memungkinkan dia untuk mengekspresikan pandangannya tentang berbagai isu politik dan sosial.
Saya bertanya lagi nih, beliau ini kan sosok yang punya peranan penting dalam teks sumpah pemuda? sudah tau? atau belum?
yang jadi pertanyaan Teks Sumpah Pemuda itu, teks biasa atau Puisi buatan atau sumbangsih Moh Yamin Ketika Kongres Sumpah pemuda saat itu?
Dan Kenapa Moh Yamin sepertinya tidak pernah dimasukan sebagai tokoh jurnalis di Indonesia?
G.S.S.J Ratulangi
Bagi kamu yang pernah ke Manado, dan kalau naik pesawat sudah tentu toh ada Bandara Namanya G.S.S.J Ratulangi. Wow sekali lagi siapa sangka beliau ini juga selain Namanya dijadikan Bandara Udara dan nama kampus juga aktif di dunia jurnalis, so bagaimana kiprahnya di dunia jurnalis?
Awal Karier di Dunia Jurnalis
Keterlibatan di Media:
Pada tahun 1934, Ratulangi bergabung dengan surat kabar mingguan Peninjauan sebagai anggota redaksi. Surat kabar ini dikenal sebagai media yang membahas berbagai isu sosial dan politik yang penting pada masa itu. Keterlibatannya di Peninjauan merupakan langkah awal yang signifikan dalam karier jurnalistiknya.
Peran di Peninjauan:
Dalam kapasitasnya di Peninjauan, Ratulangi tidak hanya sebagai anggota redaksi tetapi juga aktif menulis artikel. Tulisan-tulisannya seringkali mengkritik kebijakan pemerintah kolonial Belanda dan menyoroti isu-isu ketidakadilan sosial. Pendekatannya yang kritis dan analitis membuatnya dikenal di kalangan pembaca.
Pengalaman di Majalah Berbahasa Belanda
Editor di Nationale Cemmentaren:
Selain di Peninjauan, Ratulangi juga menjadi editor di majalah berbahasa Belanda Nationale Cemmentaren. Dalam perannya ini, ia mengedepankan tulisan-tulisan yang menentang ketidakadilan dan menyoroti isu-isu yang dihadapi oleh rakyat Indonesia di bawah kolonialisme.
Keterlibatannya dalam Nationale Cemmentaren membantunya menjangkau pembaca yang lebih luas, termasuk kalangan yang berbahasa Belanda. Melalui majalah ini, ia berusaha menyampaikan pandangan dan kritik terhadap kebijakan kolonial.
Gaya Penulisan dan Dampak
Gaya Penulisan:
Ratulangi dikenal dengan gaya penulisan yang tajam dan analitis. Ia menggunakan bahasa yang jelas dan lugas untuk menyampaikan pandangannya, membuat tulisan-tulisannya mudah dipahami oleh berbagai kalangan pembaca.
Dampak Sosial:
Tulisan-tulisan G.S.S.J. Ratulangi berkontribusi pada kesadaran masyarakat mengenai ketidakadilan yang terjadi di Indonesia. Ia berhasil memotivasi generasi muda untuk berpikir kritis dan terlibat dalam pergerakan kemerdekaan.
Dengan menggunakan platform media, ia menjadi suara yang berani dalam menghadapi kebijakan kolonial yang merugikan rakyat.
Iwa Koesoemasoemantri
Kalau Tokoh satu ini, adalah sosok yang dibuang Bersama Sukarno dan sempat bertemu dengan Tjipto Mangoenkoesoemo, selain itu beliau juga pernah di angkat menjadi Rektor UNPAD, namun siapa sangka beliau juga aktif di dunia jurnalis dan pernah menjadi Redaktur surat kabar "Matahari Indonesia". seperti apa Kiprah beliau di dunia jurnalis?
Matahari Indonesia merupakan sebuah surat kabar berbahasa Indonesia yang terbit di Medan, Sumatera Utara. Surat kabar ini mengeluarkan terbitan perdananya pada 20 Juli 1928 dengan mengusung motto "Pertjajalah pada Kekoeatan Sendiri".
Surat kabar ini beralamat di Wilhelminastraat 44, Medan. Pada awal penerbitannya, redaksi surat kabar ini dipimpin oleh Koesoema Soemantri sebagai Hoofdredacteur dan Kemudian pada akhir 1928 ke tangan J. Monoppo. Pemimpin redaksi surat kabar ini adalah Iwa Koesoema Soemantri. Sejak berdiri, surat kabar ini memiliki seorang koresponden di Eropa bernama Ramelan.
Surat kabar ini terbit setiap hari dengan biaya berlangga f4,50 untuk empat bulan, dan f1,6 untuk satu bulan bagi pembaca yang berada di Indonesia. Bagi para pembaca yang berada di luar Indonesia, harga berlangganan dipatok f6,30 selama empat bulan.
Redaksi surat kabar ini juga menyediakan space iklan bagi para pembacanya dengan tarif f0,35 perbaris dengan minimal pesanan 10 baris.
Menurut buku Seabad Pers Kebangsaan, 1907-2007, Matahari Indonesia merupakan sebuah surat kabar pergerakan yang ada di Medan. Melalui tulisan-tulisannya, surat kabar ini dengan keras menentang penjajahan dan menginginkan kemerdekaan yang sempurna. Akibatnya, surat kabar ini menjadi salah satu incaran oleh pemerintah saat itu.
Iwa Koesoema Soemantri karena tulisannya yang dimuat di surat kabar ini merasakan bagaimana pahitnya dibuang dan diasingkan oleh pemerintah Belanda.
Surat kabar ini telah lama ditutup. Namun tidak diketahui kapan dan penyebab persisinya surat kabar ini ditutup.
W.R Soepratman
Yap, betul sekali, tokoh satu ini, kalau di ingat sudah tentu Komposer atau orang pertama yang menciptakan lagu kebangsaan "Indonesia Raya", dan untuk pertama kalinya pada 28 Oktober 1928, memainkan lagu "Indonesia Raya" sebagai penutup Kongres Pemuda II, dengan biola kesayanganya. lagi dan lagi siapa sangka beliau juga seorang jurnalis. dan bagaimana kiprahnya di dunia jurnalis?
Puncak karir WR Soepratman ketika Ia pindah dari Makassar ke Bandung dan memulai karir jurnalistik dengan menjadi wartawan pada surat kabar Kaoem Moeda pada tahun 1924. Setahun kemudian, ia pindah ke Jakarta dan menjadi wartawan Surat Kabar Sin Po.
Fakta unik, Ketika beliau bergabung sebagai jurnalis itu Bersama Abdoel Moeis, dan juga bertemu dengan K.H. Agoes Salimm di dunia jurnalis, terlebih karena aktif sebagai jurnalis di Surat Kabar Sin Po, di Surat Kabar Sin Po inilah beliau menyerahkan Rancangan Notasi Lagu Indonesia Raya.
hmmm saya Kembali bertanya nih kepada anda?
Kenapa Gak Kita kompak saja Mengangkat W.R Soepratman sebagai Pionir Bapak Jurnalis dalam bidang Musik di Indonesia?
Mohammad Hatta
Wah, tokoh satu ini lebih dikenal seorang Proklamator, yah betul, gak salah kok, juga sebagai wakil presiden pertama Republik Indonesia, dan juga yang gila buku, doyan baca, serta punya displin Waktu dalam membaca, Namun siapa sangka juga? beliau adalah seorang Redaktur di beberapa Surat Kabar, seperti Jong Sumatra, Indonesia Merdeka (di Belanda), Daulat Ra'jat.
Dan memang Koran-koran yang pernah di pimpin oleh Bung Hatta seperti Jong Sumatra, Indonesia Merdeka, Daulat Ra'jat sangat penting dalam sejarah Indonesia.
Pernah tau bagaimana mengenai Koperasi?
dan segala sesuatunya yang berkaitan dengan konstitusi mengenai Koperasi? Maka di surat kabar Daulat Ra'jat yang di pimpin oleh Bung Hatta ada semua penjelasannya.
Fakta unik, surat kabar Daulat Ra'jat juga ada Sutan Sjahrir yang membersamai Bung Hatta dalam mengelolanya.
Sukarno
Nah, Sosok atau Tokoh yang menjadi Presiden Pertama Republik Indonesia, kalau mau jujur beliau ini bisa dikatakan Tokoh Jurnalis tulen, beliau pemimpin redaksi :
Soeloeh Indonesia Moeda, Persatoean Indonesia, Fikiran Ra'jat. yang menjadi menarik jika anda pernah membaca buku Dibawah Bendera Revolusi, hmmmm coba di tilik lagi isinya, bisa dipastikan itu semua tulisan-tulisan beliau (Bung Karno) di Koran yang dimpimpinya yakni Soeloeh Indonesia Moeda.
Fakta menarik pada masa itu, jika anda ingin mengetahui bagaimana kondisi seperti gunung Merapi Meletus, dan bagaimana penggalangan dana dalam era pergerakan itu, saya sangat menganjurkan Baca di surat kabar "Persatoean Indonesia". dan memang Bung Karno sadar betul bahwasanya Media itu menjadi mimbar kedua selain pidato dari podium ke podium. dan coba di perdalam lagi mengenai sila ke- 3 "Persatuan Indonesia", ternyata Bung Karno sudah meletakan itu sedari awal di tahun 1930-an, dimana? ya itu tadi surat kabar "Persatoean Indonesia" yang nantinya akan menjadi Sila ke- 3.
Tiga Temuan Pers Sebagai Pembenahan Ide KeIndonsiaan gambar : https://warungarsip.co |
Tiga Temuan Pers Sebagai Pembenihan Ide Keindonesiaan
Perihal ini pembaca bisa melihat ke penjelasan gambar diatas yang sudah saya berikan
Terlebih Nama-nama di atas tadi yang sudah saya paparkan, hampir seluruhnya perintis kemerdekaan, pejuang kemeredekaan ternyata adalah pada akhirnya adalah seorang Jurnalis. Pemimpin-pemimpin pergerakan adalah jurnalis.
Sekali lagi ini sangat menarik dan tidak hanya berhenti pada pertanyaan, kok bisa ? ya para tokoh-tokoh perintis kemerdekaan itu seolah sudah menjadi style bahwasanya tidak punya koran atau media itu gak keren gitu loh. bahkan punya satu koran alias media sendiri itu tidak cukup, kalua bisa kenapa gak dua, tiga media bahkan.
Seperti apa ya? dalam artian punya media (koran) itu bagi tokoh-tokoh seperti Ki Hadjar Dewantara, Sukarno, Bung Hatta, semacam pengen jalan-jalan aja gitu. dan darimana itu bisa muncul pemikiran membuat media (koran) pada masa itu? ya saat teknologi cetak itu masuk.
Kamu juga mesti tau bahwsanya pembatas generasi dari Patimura, Sisingamaraja, Pangeran Diponegoro, Tjut Nyak Dien, yang mana perang terakhir itu kisaran tahun 1830-1905 (java oorlog), maksudnya pembatas apa antara generasi Wahidin Soedirohusodo, Soetomo, H.O.S Tjokroaminoto, Tjipto Mangoenkoesoemo, Ki Hadjar Dewantara, K.H Ahmad Dchlan, K.H Agoes Salim, S.M Kartosewirjo, M. Yamin, Samratulangi, Iwa Koesoema Soemantri, Wage Rudlof Soepratman, Bung Sjahrir, Bung Hatta, Bung Karno? hmmmm secara sederhana bisa dikatakan era perang fisik berakhir di mulai Kembali dengan era modern berbasis jurnalis, tulis menulis, yah itu dengan membuat media (koran), membuat organisasi, terlebih yang keren banget itu satu paket ada lembaganya (organisasinya) udah pasti ada medianya (koran). dan itu semacam hak paten dan syarat yang menjadi trend kala itu. punya organisasi sekaligus punya media (koran).
Contoh setelah ada Organisasi Boedi Oetomo, muncul organisasi Trikorodarmo dan bikin juga media (koran) nya. contoh lagi bikin organisasi Jong Java bikin juga medianya (koran ) nya Jong java.
Nah pasca Kongres Pemuda II, semua melebur jadi satu, para tokoh-tokoh yang hadir (Jong-jong) itu juga membuat media (koran) sependek sepengatuhan saya Bernama Indonesia Moeda. dan ini mirip juga dengan kemunculan organisasi Aisiyah (1917) yang yah lagi-lagi satu paket beserta media (koran) Soera Aisiyah.
Mau contoh lain dari seorang Bapak Perintis Pers Indonesia?
Anda tau R.M. Djokomono Tirto Adhi Soerjo? sepengetahuan saya beliau banyak membuat koran-koran yang berbasis hoby-hoby seperti kalau bicara perempuan beliau membuat koran "Poetri Hindia", kalau mengenai Keretaapi beliau membuat juga, bahkan beliau juga membuat koran-koran tentang militer, dan ini kan seperti berulang, maksudnya? kalau pembaca pernah lihat atau baca majalah Angkasa alias majalah In House itu loh.
So, ini adalah legacy dari Para Founding Father bangsa ini yang mana dari seruan langsung turun ke jalan berubah ke mimbar cetak (tulisan) ya media.
Kalau ditanya apa si Pergerakan Modern itu?
jawabanya adalah Penanda nya adalah menulis, bikin media (koran).
Patut di renungkan bahwasanya Pergerakan Bangsa ini tidak bisa dipisahkan dari Pers, dan memang Pers itu jangan di posisikan sebagai Sub ordinat dari sebuah Pergerakan akan tetapi Pers itu adalah Jantungnya sebuah pergerakan, kalau Bahasa kerennya Pers dan Pergerakan itu (Inheren).
Jangan di anggap remeh warisan yang sudah menjadi tradisi dari para tokoh-tokoh pergerakan modern, seperti halnya yang meremehkan pers hanya di anggap wawancara, nunggu doorstop, duduk di emperan, itu bukan tradisi pers bangsa kita. angkat lebih tinggi bahwasanya Tradisi Pers kita itu adalah laboratorium alias tempat menuangkan gagasan, ide, untuk perjuangan bangsa kita, dan memajukan bangsa kita.
Terima kasih Ku
Kepada Kaum Jurnalis, Wartawan
Tanpa Kalian Wahai Kaum Jurnalis Tak Ada Sumpah Pemuda sampai kapapun di Indonesia
Sumber sebagian dari
Muhidin M Dahlan
Tanpa Kalian Wahai Kaum Jurnalis Tak Ada Sumpah Pemuda sampai kapapun di Indonesia
Sumber sebagian dari
Muhidin M Dahlan
Posting Komentar untuk ""Yang Selalu Di Lupakan 28 Oktober, Pers Di Balik Sumpah Pemuda""